Popular Post

Posted by : Andy Kusuma Kamis, 08 Januari 2015


^^ The Pierrot Lullaby ^^
Pierrot Komoriuta -
 

***

***
Scene 2 : Please Say Good Bye - 'The Last Revolver'

***
1 Tahun Kemudian...

Malam hari yang dingin. Musim dingin telah menampakkan sosoknya yang agung. Seluruh Bharatawarsha tertutup salju dan hawa mencekam terasa pilu di tulang. Orang-orang normal lainnya pasti lebih memilih bermanja-manja di pemanas atau bercengkerama dengan keluarga di ruang yang hangat dengan gelas-gelas yang terisi susu hangat serta makanan kecil sebagai pelengkapnya. Lain halnya dengan Aku. Aku seorang diri berdiri sambil bersandar di sebuah pohon besar yang telah tertutup salju. Nafasku pun telah berubah warna menjadi putih. Dingin menusuk tulang ini tak kuhiraukan.

Aku tidak gila berdiri di cuaca ekstrim ini tanpa tujuan. Karena aku sedang menunggu seseorang. Ya. Seseorang yang sangat 'berharga' di mataku. Di tempat kenangan indah kita setahun yang lalu. Namun perlahan justru sekarang aku mengharapkan Ia tak datang hingga itu dapat membuatku berubah pikiran. Oh terlambat! Dia datang dengan senyum terpasang di wajah lugunya! Dari luar memang semua orang mengira Ia sangat polos. Namun aku yang telah mengenalnya selama setahun ini, sangat tau jika Ia lebih romantis dibanding wanita di manapun yang aku kenal.

"Allen, sudah lama menunggu, ya?, maaf, ya...", Kau mendekat. Terlambat! Semua telah terjadi. Dan aku harus mengambil resiko apapun yang harus aku tanggung. Maaf... Maafkan aku... Richi... Aku...

"Tidak, kok. Aku juga baru saja tiba." Richi tau aku berbohong. Ia mengangkat sebelah alisnya sekilas. Kemudian melepas syal merahnya dan mengalungkannya pada leherku. Aku hanya memandanginya dengan tatapan kosong dan dingin.

Kumohon... Jangan memasang wajah itu. Wajah yang akan melemahkan tekadku yang susah payah aku bangun. Wajah manis itu, yang telah membuatku berpikir jika itu akan menjadi milikku selamanya. Namun tidak untuk kini.

"Richi?"

"...", Dan aku mengangkat tanganku hingga sebatas bahu dan menatap matanya tajam. Sekilas Richi memberi ekspresi terkejut. Namun seolah memaklumi, Ia tersenyum. Aku menggigit bibirku. Dan suara besi beradu terdengar...

- Flash Back, Normal POV -
#‎Spring
"kau Allen kan ?, Sedang apa di sini sendirian?" Seorang gadis berambut hitam dengan baju kemeja putih itu berjalan perlahan ke arah pria berambut biru yang sedang bersandar di pohon yang tengah mekar di musim semi. pria itu menoleh. Allen menatap sang gadis dengan tatapan dingin namum terkejut. dengan perlahan, Allen berdiri tepat di samping gadis itu dan mendekatkan tubuhnya. seketika sang gadis memeluk Allen dan Allen membalas pelukan Richi dgn erat. Richi melepaskan pelukannya begitupun Allen.

"kau semakin tampan saja Allen, kau darimana ?", Mata onyx Richi menatap mata oxy Allen dalam. Meski berusaha sekuat apapun untuk tidak bereaksi, namun hatinya berkata lain. Wajah Allen samar merona karena malu. Ya, sesungguhnya Ia adalah seorang pemuda biasa.

"K-Kamu bercanda, Richi. Jangan meledekku. dan aku baru tiba kesini dari dwarawati"

"baiklah tapi Aku serius, Allen.", Allen membuang muka. Ia tak ingin suara debaran jantungnya sampai ke telinga Richi. Tidak. Richi tidak boleh tau jika Allen merasakan hal aneh setiap pandangannya tertangkap bola mata onyx itu. dari dulu ia memang slalu lemah dihadapan Richi, karena itu ia sebenarnya berat bahkan tak bisa menerima tugas ini tapi .. ??

"Nah, bisa kita berbicara lebih lama lagi, aku kangen padamu setelah lama kita tak bertemu?", Allen terdiam. Tampak raut bingung terpatri di wajahnya. Namun setelah sekian menit Richi dengan sabar menunggu jawaban Allen di malam yang hangat di musim semi ini, akhirnya Ia memuai hasilnya. Allen mengangguk pelan.

"Boleh saja, a-aku juga kangen padamu..."

Richi tersenyum, sementara Allen hanya bisa menjerit dalam hati. apa yg akan dia lakukan sekarang, ini hanya akan menambah kenangan manisnya bersama Richi. ya tuhan maafkanlah hambamu ini ...

#Summer

"Wah. Tumben kamu mengajakku ke festival musim panas, Richi.", Allen berlari kecil ke arah Richi yang telah menunggunya di pohon tempat mereka pertama kali bertemu. Allen melirik jam tangannya, pukul tujuh malam.

"kenapa kau sudah tak suka lagi kemari ?"

"Suka. masih suka. Aku suka sekali festival."

"Aku tau itu. Maka dari itu, aku mengajakmu ke sini, sekalian mengenang masa kecil kita", ucap Richi, Allen terdiam dia harus menyembunyikan perasaannya lagi.

Richi mengulurkan tangannya dan meraih tangan Allen dengan lembut. Kaget atas tindakan Richi, Allen dengan refleks menarik tangannya kembali.

"E-Eeh?"

"Kenapa? Ayo kita ke festival musim panas bersama", Richi tersenyum. Ia kembali meraih tangan Allen dan melangkahkan kakinya ke tempat berlangsungnya festival, tak jauh dari tempat mereka bertemu tadi. Allen akhirnya hanya menurut saja meski Ia merasa detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Sesampainya mereka di tempat festival, Richi segera berlari Allen ke area makanan yang penuh dipadati pengunjung, melepaskan genggaman tangan Richi.

"Ah? Allen?", Allen baru menyadari jika pegangan tangan Allen telah lepas. Dan kini Ia tak menemukan di mana sosok Allen di antara kerumunan pengunjung festival itu. Dengan sedikit panik, Richi masuk ke dalam kerumunan dan mencari satu-satunya sosok yang Ia kenal di sana.

"Allen!"

Hingga pukul delapan malam, Richi tak kunjung menemukan sosok Allen. ia takut Allen tersesat, diakan baru tiba disini beberapa bulan lalu, ia takut Allen lupa dgn tempat ini lalu tersesat. Dalam hatinya, Richi merasa takut. Takut kehilangan pemuda itu. pemuda ceria yang selalu menyemangatinya sejak mereka kecil.

"Tuhan, jangan sampai terjadi sesuatu pada Allen", Pukul setengah sembilan, akhirnya do'a Richi terkabul. Pandangannya kini hanya tertuju pada satu objek. Tak akan pernah Ia lepaskan pandangan itu meski apapun yang terjadi. Allen juga sedang mencarinya!

"Allen!", Richi segera berlari dan meraih tangan Allen dengan cepat. Nafasnya terengah-engah lelah. Namun senyum Richi tetap membingkai wajahnya.

"Syukurlah, Allen, kau baik-baik saja! Terima kasih, Tuhan!"

"Tuhan?", Allen mengangkat sebelah alisnya. Tampak tidak suka dengan perkataan Richi barusan. Namun karena terhanyut perasaan lega, Richi tak mendengar komentar Allen. Ia segera menarik Allen dan keluar dari kerumunan pengunjung.

"Kita ke tempat pohon eldoh itu lagi saja, ya?", Allen hanya mengangguk pelan. Meski ditahan sekuat tenaga, Ia tak dapat membendung perasaan bahagianya mendapati Richi mengkhawatirkan dirinya. Hingga senyum akhirnya tersungging juga di bibir mungil Allen.

Sampai di tempat yang dituju, Richi bersandar di pohon eldoh, diikuti Allen. Kepalanya ditengadahkan, menatap langit yang luas dan cerah di musim panas.

"Sebentar lagi...," Richi mengalihkan pandangannya pada pergelangan tangannya. Bibirnya bergumam pelan.

"... tiga.. dua.. satu..."

BUUMMM! BUMM! BLAARR! DOORR! DOORR!

Langit hitam di malam hari berubah terang karena kembang api yang ditembakkan ke udara secara bertubi-tubi. Allen ikut menengadahkan kepalanya, menatap kagum kembang api raksasa yang meledak dengan berbagai warna di angkasa, ia tak tahu bahwa sekarang disini ada pesta kembang api difestival musim panas.
"Indahnyaa..."

"Richi..."

"Ya?"

"Kau lebih indah dibanding apapun..."

#Autumn

"Ada apa, Richi? Kenapa malam-malam kamu memintaku datang ke tempat ini?", Allen menatap bola mata onyx Richi dalam, meminta jawaban. Richi tersenyum. Ia mendekatkan tubuhnya dan dengan sangat perlahan, Ia melingkarkan kedua tangannya di leher Allen.

"Allen ...", Allen terbelalak. Kaget atas perlakuan tiba-tiba Richi. Selalu begini. Datang dan melepas kangen. Mengajaknya pergi ke festival musim panas. Dan kini memeluknya. Semua Richi lakukan selalu dengan tiba-tiba."rich-Richi?"

"Maaf, sepertinya aku tak dapat membendung perasaan ini lebih lama...", Richi melepas pelukannya. Matanya menatap mata Allen dalam. Seolah hanya dengan tatapan itu, semua yang ingin Richi ungkapkan telah sampai pada Allen.

".. Allen .. aku nencintaimu,.."

".. aku juga ..", Richi tersenyum bahagia mendengar balasan dari Allen. Ia kemudian kembali memeluk sang bidadara dan sahabat kecilnya yang telah Ia miliki kini. Ditatapnya wajah dengan guratan sempurna milik Allen. Kemudian bola mata onyx itu memancarkan cahaya kejujuran. Tatapannya melembut. Richi mempertemukan dirinya dengan Allen. Mencap pemuda itu sebagai miliknya. dan melupakan kejadian 9 bulan yg lalu ...

End of FlashBack, Allen POV

Richi, saat musim semi tahun lalu, itulah saat kau bertemu dengan sosok 'evil' yang ada dalam diriku. Ya. Aku baru saja menodai tanganku. Dan ketika aku melihat pohon eldoh yang mekar, aku merasa seperti melihat nyawa manusia dengan mudahnya gugur di tanganku. Makanya aku menikmati suasana itu sampai kau datang mengusikku. Dan seorang iblis tidak suka dengan Tuhan.

'Truth' - atau lebih pantas disebut Magician - memberiku Sebuah Revolver.

'Joker' - atau kukenal sebagai seniorku. namun 'Evil Court' - Leader kami memberikan misi ini padaku Serta foto target selanjutnya yang harus aku lenyapkan. Dan aku mengenali wajah itu! Sangat mengenalinya! Ini bukan pertama kalinya aku menembak manusia. Namun inilah pertama kalinya aku menembak dengan airmata mengalir deras di pipiku. Aku menggigit bibirku cukup keras. Ini semua salahku yg telah menerima misi ini. Maka dari itu kumohon, jangan menatapku dengan tatapan manis itu, aku takut aku akan goyah.

Musim semi pertama kalinya kita bertemu setelah lama kita berpisah. Musim panas kita mengukir kenangan indah bersama lagi.Musim gugur kita menjadi satu. Musim dingin, aku akhiri semua. Dengan cepat aku mengokang Revolver di tanganku. Aku merasa jari telunjukku bergetar untuk sesaat. Dengan airmata dan gemetar, aku mengatakan, "Maaf..." sebelum mengakhiri semuanya.Dan kau membalas...

DOOR!

Kembang api manusia telah terlihat jelas di depan mataku. Tubuhnya ambruk seketika. Darah merah mengalir deras, merembes dan bersatu dengan putihnya salju. Sebelum aku mendengar balasannya, aku telah menembakkan timah panas ini ke jantungnya. Namun senyumnya tak pernah luntur sampai kapanpun. Kujatuhkan revolverku dan segera menuju kearahnya. dia yg tak bernyawa kini kupeluk dgn airmataku yg terus mengalir.

"rich, maafkan aku .. aku terpaksa melakukan ini .. aku terpaksa", aku neteskan air mata, tanganku gemetaran menopang bebannya, bajunya terkena rembesan darahnya, aku benar-benar menyesal. namun dibalik penyesalanku, dendamku padanya mulai muncul.

"kau yg memisahkan kami, suatu saat aku akan membunuhmu dan mengejar nyawamu, itu sumpahku". aku mengambil tas Richi yg terjatuh ditanah bersalju itu. aku menemukan sebuah audio recorder, aku memutar rekaman didalamnya. aku tersenyum mendengar rekaman itu.

"leader tiba saatnya nanti aku akan membunuhmu dgn ini, tunggu pembalasanku .. untuk sementara akan kuredam dendamku tapi ketika tiba saatnya aku akan mencabut nyawamu ..", aku mencium kening Richi. dan malam itu juga aku segera menguburkan Richi dgn layak agar Richi bisa tenang dan ketika tiba saatnya nanti aku akan membalaskan dendamku & Richi pada 'The Evil Court'.

***

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Lullaby Devil - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -