- Back to Home »
- Cerita pendek »
- Goresan Sang Penulis
Posted by : Andy Kusuma
Jumat, 11 September 2015
GORESAN SANG PENULIS
Naskah :
Andy Kusuma wardhani
Lolos
moderasi pada : 4 September 2015
*****
Lelaki berambut cepak itu berlari
terhuyung-huyung menghindari sesuatu dibelakangnya, luka tusukan dan darah
mengalir deras dari perutnya, apa yang terjadi padanya? Entahlah?. Sementara
dibelakangnya bayangan siluet seseorang terlihat terus mengikuti lelaki itu
dengan segenggam pisau ditangannya.
“kenapa? Kenapa? jangan bunuh aku! Apa
salahku padamu? Bukannya kita teman?” jerit pria malang itu.
“sebenarnya tak ada hanya saja aku
mebutuhkan sesuatu darimu sobat, maafkan aku ya!” ucap pelan bayangan siluet
itu.pisau ditangannya diacungkannya kearah sang pria malang itu dan ketika
pisau tu terlempar dari pemiliknya dalam sepersekian detik pisau itu berhasil
menebus dada sang korban dan merenggut jiwa korbannya.
“maafkan aku Dion”
*****
Rexa menunggu naskah cerpennya keluar dari
alat cetaknya, 6 lembar halaman. Rencananya hari ini juga ia akan
menyetorkannya kepada editor untuk diperiksa dan didokumentasikan kedalam
kumpulan cerpennya. Dia melalukan ini demi meraih cita-citanya menjadi seorang
penulis terkenal, cerpen-cerpen itu akan ia kumpulkan dan rencananya akan ia
jadikan sebuah buku kumpulan cerpen atas namanya. Rexa tersenyum membaca ulang
kisahnya kali ini, seorang sahabat yang tega membunuh temannya hanya untuk
kepentingannya sendiri. Tanpa menunggu lagi Rexa segera pergi menuju
keeditornya untuk menyerahkan naskah buatannya menggunakan sepeda motor ninja
miliknya.
“seperti biasa cerpenmu ini bagus sekali
rex, seperti nyata. Bagaimana bisa kau membuatnya sebagus ini. Jangan-jangan
kau masih berduka atas kepergian teman se-kost mu itu ya sampai-sampai kau
mebgabadikan namanya dalam cerpen ini” ucap sang editor menebak jalan fikiran
Rexa.
“ya bisa dikatakan begitu pak . Dion, Dia
adalah sahabat terbaiku tak mungkin kulupakan, jadi demi mengingatnya
kuabadikan saja namanya dalam cerpen saya kali ini”
“tapi bukankah kudengar dia tewas dirampok
seminggu yang lalu, kurasa kau terlalu tragis jika menceritakan jika dia
dibunuh oleh sahabatnya sendiri”
“ya memang tapi kayaknya terlalu biasa,
lagipula saya tak tega jika saya harus menggoreskan kejadian aslinya dalam
cerpen ini. Toh saya sendiri tak tahu kejadian pastinya”, jawab Rexa. Pria
setengah baya itu tersenyum mendengar penjelasan Rexa dan mengangguk
menyetujuinya
“ya baiklah kami akan menggabungkannya
kedalam kumpulan cerpenmu, berarti kau tinggal menyetorkan 2 cerpen lagi.
Lakukan dengan baik ya! ”
“siap pak” jawab Rexa mengangguk dan
segera meninggalkan ruangan editoring dengan senyum puas tergores dibibirnya
Rexa keluar dari dalam gedung penerbit,
ketika meliwati sebuah gang kecil dalam perjalanan pulang ia tak sengaja
melihat seorang preman yang tengah memojokan seorang pria berkacamata disudut
gang. Rexa berhenti sebentar dan menatap iba pada lelaki yang terdesak itu namun
ia sendiri tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya dia putuskan untuk meninggalkan
gang sempit itu dengan refrensi baru untuk cerpen barunya
*****
Perampok itu berusaha menghindari setiap
sabitan pisau yang berusaha mengenainya, namun tetap saja berulang kali pisau
itu berhasil menggores kulitnya. Ia tak menyangka korbannya yang tadi sempat
dipojokan kini malah berbalik menyerangnya dengan membabi buta apalagi ada
orang lain yang membantunya. Seolah ada sesuatu yang memasukinya, lelaki
berkacamata terlihat takut padanya kini berubah menjadi ganas dan tanpa rasa
takut mengejarnya. Apa karena ada orang itu dibelAkangnya mungkin itu temannya.
“lakukan sekarang, pria berdosa sepertinya
pantas untuk menerima hukuman yang setimpal” ucap sang teman. Perampok malang
itu bergidik ngeri. Apa ini akhir darinya?
“dengan senang hati” ucap pria berkacamata
itu. Dalam sepersekian detik ujung pisau itu berhasil menembus tubuh lemah sang
perampok. Tak cukup sekali tapi berulang kali pisau itu menembus tubuhnya.
Suara jeritan yang memekakan telinga itu tak digubris siapapun meski suaranya
menggema di lorong gang sempit itu. hingga suara perau itu perlahan menghilang
disusul terlepasnya nyawa dari raganya.
“kau hebat bisa melakukannya sendiri
kawan, jadi aku tak perlu membantumu untuk menghabisinyakan?”
“tapi jika nanti polisi tau?” ucap pria
berkacamata itudengan nada suara ketakutan.
“tenang saja biar kujamin kita akan
selamat”, ucap sang teman menenangkan.
*****
Rexa tersenyum membaca ulang naskahnya,
ide ceritanya kali ini sungguh menarik baginya. Dosa harus segera diakhiri dan
yang harus mengakhirinya adalah orang yang suci. Menarikkan?. Ia mendapat ide
cerita ini dari kejadian tadi diperjalanan pulang. Ya benar-benar mudah jika
mengambil naskah ide cerita dari kejadian nyata. Mungkin lain kali dia harus
mencobanya lagi, atau mungkin lagi dan lagi. Rexa mencetak hasil naskahnya, tak
berapa lama terdengar suara ketukan dari arah pintu depan. Rexa membuka pintu,
seorang cowok berkacamata dengan poni rapi berdiri di hadapannya dengan seutas
senyum dibibirnya.
“hy Rex gimana cerpenmu jadi? Boleh gak
nih gw lihat” ucap cowok itu
“hahaha jangan dulu Rick, tunggu aja
tanggal terbit bukunya”
“ok deh .. Tapi gw penasaran gimana cara
lo buatnya soalnya baru kali ini gw punya teman seorang penulis kayak lo. Gw
jadi pengen baca karya lo terutama yang tentang kemarin hehehe..”
“sabar .. Bro gw juga baru kali ini punya
temen yang bisa ngehargai karya gw padahal kita baru kenalkan”
“yups .. yeah thank you for your
help yesterday . it was a very valuable experience for me ” ucap Ricky tersenyum dan dibalas senyuman
misterius dari Rexa. “No problem, Ricky”
*****
Langkah tegap Rexa terus menapaki trotoar
dipinggir jalan Raya, seusai pulang kuliah ini rencananya dia akan mampir ke
club drink untuk sejenak menangkan pikirannya. Sudah seminggu dari terakhir
kali ia menyetorkan cerpen terakhirnya. Sekarang tinggal satu cerpen lagi untuk
menuju keberhasilan dan cita-citanya, tapi kini ia malah tak menangkap satupun
ide yang datang. Rexa memesan 1 gelas bir anggur untuknya namun tak berapa lama
seorang wanita muda menghampirinya dan mencoba merayunya.
“hy tampan kayaknya sendirian aja nih, mau
kutemani” rayu wanita itu. Rexa menatap wanita itu dan ia mendapatkan ide
diotaknya. Tanpa basa-basi lagi ia mengangguk dan segera menarik tangan wanita
itu keluar dari club drink. “ayo kita bermainmalam ini. Segarkan pikiranku dan
puaskan otakku dengan sesuatu tubuhmu”
“baiklah, miliki aku. Kuserahkan semuanya
padamu malam ini. Sepertinya kau sudah tak tahan”
*****
“ahh .. Ohh..” jerit Raya ketika benta itu
kembali masuk kedalam tubuhnya. Pelanggannya kali ini benar-benar memuaskannya.
Berbeda dengan pelanggannya yang lain, Sam benar-benar perkasa berualang kali
cairan putih keluar dari tubuhnya dan ini benar-benar luar biasa.
“kau suka permainanku sayang?” tanya Sam
pada Raya disela-sela tusukannya dan dijawab anggukan pelan dari Raya, “dasar
wanita jalang, kau sudah punya banyak dosa seharusnya kau enyah dari dunia ini”
“ah..apa..ah?” tanya Raya ulang disela
permainannya. Namun reflek ia merasakan ada tusukan lain dibagian perutnya,
bukan nikmat yang ia rasa tapi kini rasa sakit yang ia rasakan, “arghh
...Sakitttt...arghh..”. Tusukan sakit itu berulang kali ia rasakan Raya mencoba
memberontak menghentikannya namun apa daya samjauh lebih kuat darinya,
“hennn..tii...kannnn!!!”
“tidak akan, bukankah kau suka ditusuk.
Dan kau bilang tadi akan menyerahkan semuanya padaku jadi serahkan juga nyawamu
dan enyahlah segera dari dunia ini hahaha...” ucap Sam. Raya hanya bisa
menangis dalam rasa sakit ia tak menyangka hidupnya akan berakhir seperti ini,
ditangan pelanggannya sendiri. Awalnya ia
merasakan kenikmatan dari pelanggannya ini tapi kini yang ia dapatkan
adalah rasa sakit tanpa akhir. Kini Bukan cairan putih lagi yang keluar dari
tubuhnya tapi kini telah berganti dengan cairan merah yang keluar dari dalam
tubuh disertai keluarnya nyawa dari tubuh rapuh Raya, sang wanita Jalang.
*****
“Bagus sekali .. Akhirnya kau bisa
menyelesaikan sesuai dengn deadline yang saya berikan. Sekarang kami akan
segera menerbitkan bukumu dan cita-citamu akan segera tercapai Rexa” ucap sang
editor ketika cerpen terakhir itu ia dapatkan. Rexa tersenyum senang karena
keinginanya akan segera terwujud.
“terima kasih pak, semoga masyarakat bisa
menerima karya saya”
“pasti karena permintaan buku bergenre
thriller memang diminati saat ini. Jadi kami akan segera menerbitkannya tunggu
saja undangan dari saya untuk acara launchingnya sesegera mungkin”
“terima kasih pak”
*****
Hari ini adalah hari launching buku milik
Rexa, banyak para pembaca yang hadir dan ingin memiliki buku ini. Rexa
tersenyum karena begitu banyak orang yang ingin memiliki bukunya. Banyak dari
mereka yang mengatakan semua ceritanya divisualisasikan seakan nyata. Kini ia
bersiap untuk memberikan kata sambutan atas perilisan bukunya ini, ia menaiki
panggung dengan rasa percaya diri yang tinggi.
“selamat malam semuanya, saya Rexa sang
penulis buku yang kini tengah anda baca. Saya ingin mengucapkan banyak terima
kashi pada anda semua yang telah bersedia membeli dan membaca buku milik saya
sampai tuntas. Saya ingin menceritakan sepenggal kisah kecil dibalik pembuatan
kisah dalam buku ini. Buku ini ter inspirasi dari beberapa kisah nyata, antara
lain kisah teman kematian teman saya yang tewas dibunuh oleh seseorang, untuk
mengenangnya saya mengabadikan namanya dalam cerpen saya yang ke-6 berjudul Sorry
My Friend, selain itu cerpen ke-7 saya terinspirasi dari sebuah
kejadiannya nyata ketika saya tak sengaja bertemu seseorang yang tersudut oleh
seorang perampok. Dari situlah saya mendapat ide untuk membuat cerpen dengan
judul Unrequited Sin Innocence. Dan yang terakhir pada cerpen saya yang berjudul
Cessation
diambil berdasarkan
berita di TV tentang kasus pembuuhan seorang PSK oleh seseorang disebuah hotel,
saya selaku penulis meminta maaf apabila terdapat pembaca yang tak terima
dengan cerita dan karya milik saya kali ini. Sekali lagi saya meminta maaf.
Sekian dari saya terima kasih.” Rexa turun dari panggung dengan disertai tepuk
tangan meriah dari semua orang dalam acara tersebut. Kini akhirnya semua
cita-cita dan kerja kerasnya terwujud, semua yang telah dia lakukan terbayar
sudah oleh keberhasilannya namun ia tak tahu akhir apa yang akan ia terima
dibalik semua tindakan yang telah ia lakukan dibalik penbuatan dan tercapainya
cita-cita yang ia raih. Bukankah semua kisah punya akhir yang berbeda-beda?