Popular Post

Archive for Oktober 2015

Ekspresi Jiwa Yang Terombak – Gio

By : Andy Kusuma
Aku Anak Indonesia The Series
Ekspresi Jiwa Yang Terombak – Gio


Naskah : Andy Kusuma wardhani
Karakter : Sinemart PH
Lolos moderasi pada : 15 Oktober 2015

*****
Sebelumnya perkenalkan, namaku adalah Gio. Seorang ketua OSIS SMA Indonesia sekaligus seorang ketua kelas XIA SMA Indonesia. Aku hanyalah anak seorang yang bisa dibilang tercukupi dan suatu keberuntungan jika aku bisa menjadi salah satu murid di SMA yang cukup elit ini. Rey dan Dinda, mereka adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki karena bagi kami persahabatan ini adalah hal lebh penting dari apapun. Aku akan menceritakan pengalaman kami dalam memecahakan sebuah masalah yang berhubungan dengan seorang yang hidupnya terpuruk dikarenakan kurangnya perhatian dari orang tua. Mungkin ini salah satu kisah suram dibalik generasi pemuda yang semakin mengkhawatirkan, dan kita harus segera merubahnya demi diri sendiri, diri kita,  orang lain, dan terutama bangsa ini.

*****
Hey ketemu lagi diseri keempat ‘Aku Anak Indonesia The Series’, kisah ini sebenarnya dapat ide dari teman dengan artian ini adalah kisah kolaborasi kami tapi entah kenapa dia nggak mau aku sebutin namanya disini hehehe .. ya udah aku turutin aja toh disini udah aku beritahukan jika seri ini adalah hasil kolaborasi kami. Ok enjoy reading guys moga bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita tentang pentingnya kasih sayang orang disekitar kita terhadap tingkah laku dan tindakan kita.

*****
Aku melangkahkan kaki menyusuri jalanan trotoar pinggir jalan untuk menemui Dinda dan Rey ditaman karena memang sebelumnya kami sudah membuat janji untuk bertemu membahas tugas membuat refrensi tentang masyarakat. Kami sekarang bingung mau mengangkat topik apa sebagai bahan pembahasan karena tema yang kami dapatkan untuk tugas ini adalah ‘keluarga’. Dengan memikirkan bahan apa yang akan kuangkat nanti, ditengah langkahku kudengar isakan tangis seorang gadis yang entah darimana asalnya, aku sendiri samar mendengarnya karena suara bising jalan raya ikut mengganggu pendengaranku. Kutelusuri asal suara itu dan aku terkejut ketika aku melihat seorang gadis berusia 12 tahunan tengah terduduk menangis di kursi taman yang tak jauh dari area trotoar jalan raya.

“dek, kamu kenapa menangis?” sapaku menegurnya, ia terlihat terkejut dan berusaha terdiam menghindar menjauhiku.

“tidak apa-apa, kakak bukan orang jahat kok. Jangan takut mungkin ada yang bisa kakak bantu?”, tawrku padanya namun dia masih tetap saja diam tak menjawab pertanyaanku. “baiklah kalau kamu tak percaya, kenalkan nama kakak Gio. Jangan takut aku Cuma berniat membantumu, mungkin ada yang bisa kakak bantu. Oh ya namamu siapa?”

“a-a-Adel..” ucapanya terpatah-patah, mungkin sedikit takut denganku tapi untunglah setidaknya dia sudah percaya kepadaku.

“oh Adel, baiklah lalu kenapa kau menangis. Katakan padaku?” tawarku padanya, terlihat sedikit keraguan diwajahnya namun sedetik kemudian dia mengangguk pelan tanda kesediaannya.
“a-aku takut keluargaku hancur. Karena kakakku selalu pulang pergi tak menentu. Ayah dan ibu terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing dan tak pernah memperdulikan kami” ucapnya menceritakan masalah yang dihadapinya, aku mengelus bahunya untuk menenangkannya. Ternyata masalahnya cukup berat dan kurasa siapapun yang mengalaminya akan melalukan hal yang serupa dengan apa yang dilakukan Adel.

“jadi itu masalahmu, baiklah akan coba kakak bantu ya. Sekarang kamu kakak antar pulang bahaya jika kamu disini dalam keadaan seperti ini” tawarku padanya, ia mengangguk. Aku prihatin atas masalah Adel entah kenapa aku ingin sekali membantunya menyelesaikan masalahnya ini, dan aku yakin aku pasti bisa membantu keluarga Adel meskipun aku bukan siapa-siapanya.

*****
“jadi itu masalahnya, sepertinya rumit?” ucap Rey usai kuceritakan masalah tentang Adel pada mereka saat kami telah berkumpul. Dinda pun mengangguk menyetujui ucapan Rey.

“tapi kita harus membantunya, karena ...”

“tapi Gio kita bukan siapa-siapa mereka, apakah mereka mau menerima bantuan kita?” ucap Dinda memotong ucapanku. Aku terdiam, ucapan Dinda ada benarnya karena memang kami bukan siapa-siapanya Adel dan aku saja baru sekali tadi bertemu dengan Adel.

“kau menyimpan nomor telfonnya Adel?” tanya Rey padaku dan aku mengangguk mengiyakan pertanyaannya, ia menjentikan jari pertanda ada ide cerdik yang muncul diotaknya. “nah .. nanti kau hubungi dia dan pertemukan kami dengannya agar kami saling kenal dan agar dia bisa menceritakan masalah lengkapnya pada kita besok, jadi kita tau langkah apa yang harus kita ambil untuk membantunya”

“ya aku setuju” ucap Dinda

“baklah nanti ku hubungi Adel, biar waktu dan tempatnya aku yang fikirkan. Sekarang lebih baik kita bahas tugas utama kita ini” ucapku mengiyakan dan menunjuk lembaran refrensi untuk tugas kami yang  belum tersentuh.

*****
 Usai sekolah aku, Dinda, dan Rey memutuskan untuk menemui Adel ditaman. Semalam aku menelponnya untuk mempertemukannya dengan Dinda dan Rey sekaligus memintanya untuk menceritakan masalahnya secara lengkap kepada kami. Jam di tanganku menunjukan pukul 2 siang kurasa Adel sudah menunggu kedatangan kami disana dan benar saja terlihat Adel tengah duduk dikursi taman dengan kedua telapak tangannya menutupi wajah, apa dia menengis lagi?. Aku segera berlari menuju kearah dimana Adel berada disusul oleh Dinda dan Rey dibelakangku.

“Adel kami datang, kamu kenapa menangis lagi?” tanyaku pada gadis manis itu.

“lagi-lagi kakak nggak pulang kak, aku nggak tau dimana dia sekarang ayah dan ibu juga tak perduli akan keberadaan kakak. Aku takut kak? Aku takut kakakku kenapa-napa” ucapnya dengan air mata yang terus berlinang dari matanya. Dinda mengusap air mata Adel dengan tisu yang dibawanya.

“sudah sekarang kamu tenang kami akan membantumu jadi jangan menangis lagi” ucap Dinda lembut yang sukses membuat Adel sedikit tenang

“nah Adel ini teman-teman kakak yang kakak ceritakan kemarin, ini kak Dinda dan itu kak Rey. Kami akan berusaha membantumu mencari jalan keluar atas masalahmu ini” ucapku memperkenalan Rey dan Dinda pada Adel. “salam kenal kak, mohon bantuannya”

“nah sebelum itu tolong jelaskan pada kami tentang masalahmu agar kami dapat membantumu dengan cepat karena sepertinya ini maslah yang serius seperti yang dikatakan Gio kemarin!” ujar Rey dengan nada penuh terkanya.

“sejak ayah mendapat tawaran kerja sebagai supervisor regulation yang memakasanya harus dipindah tugaskan kesini, kehidupan kami berubah, ayah sering sekali pulang malam karena urusan kerjanya. Ibu sering pergi dengan teman-temannya sementara aku dan kakak slalu ditinggal sendirian dirumah. Namun beberapa bulan terakhir kakak jadi jarang dirumah, awalnya kakak hanya berangkat sore dan pulang malam akan tetapi lama-kelamaan kakak menjadi sering berangkat siang usai sekolah sampai larut malam bahkan sampai pagi. Meskipun begitu ayah dan ibu tetap tak memperdulikannya karena ketika mereka pulang mereka langsung istirahat tanpa mengecek keadaan kakak. Hanya aku dan bibi lah yang slalu mencemaskan keberadaan kakak”

“lalu siapa nama kakakmu? Dan sekarang apa kamu punya nomor telefon salah satu dari taman kakaku?” tanya Rey dan bibalasa anggukan kecil dari Adel.

“Reno, ya aku punya nomr temennya kak Reno dia masih satu keluarga dengan kami. Namanya kak rizal. Dia adalah sahabat kak Reno dari kecil. Sebentar ..” ucap Dinda sambil mengeluarkan handphone kecil dari saku celananya. “ini nomor kak rizal”.

“nah dapat, dengan ini kita bisa mendapat info kira-kira kemana Reno berada. Gio tolong telefon” ujar Rey, aku mengagguk. Aku mencatat nomor rizal kedalam handphone ku dan segera menelponnya namu sampai 2 menit kami menunggu tak ada jawaban dari Reno, sepertinya handphonenya mati.

“handphonenya mati”

“lalu bagai mana sekarang?” tanya Dinda dengan nada kebingungan begitu juga aku.

“Tak ada cara lain kita harus menunggu perkembangan tentang Reno dari Adel” usul Rey. Aku mengangguk mendengar usul Rey karena urasa memeng itu jalan satu-satunya.

“Adel kamu awasi kakakmu dan beritahukan perkembangannya kepada kami nanti jika ada apa-apa beritahukan kepadaku, kak Gio maupun kak Rey ya. Ini nomor kami” ucap Dinda sambil menyerahkan nomor miliknya dan Rey kepada Adel. Adel mengangguk tanpa bicara, sepertinya masalah ini benar benar memukulnya hingga membuatnya menjadi seperti ini. Karena keegoisan orang tua mereka kini Reno dan Adel lah yang harus menjadi korbannya.

“tolong ya kak!” pinta Adel dengan ekspresi tulus diwajah mudanya kepada kami dan tanpa ragu lagi kami pun mengangguk mengiyakan permintaan kecilnya semampu kami.

*****

Sejak saat itu hari demi hari kami mendapat kabar dari Adel mengenai keadaan keluarganya, namun bukan kabar baik yang kami dapat malah justru hari kehari kabar uruk yang Adel sampaikan kepada kami. Reno semakin hari keadaanya semakin parah, selalu pulang pagi, sering bolos sekolah, dan akhir-akhir ini kata Adel, Reno sering demam dan menggigil usai pulang pagi. Meskipun begitu ayah dan ibu mereka seolah bisu dengan keadaan yang dialami anaknya, pernah suatu hari ketika Reno tengah sakit dan harus dibawa ke rumah sakit, justru bibi dab Adel lah yang membawa Reno ke RS atas perintah ayah dan ibunya yang tak sempat membawa Reno ke RS karena kesibukannya masing-masing. Mendengar itu aku, Dinda dan Rey berncana menengok keadaan Reno serta meminta alasan mengapa ia sering pulang malam.

Adel segera membuuka pintu rumah ketika kami datang. Rumah ini terlihat besar dari luar tapi terasa sepi ketika berada didalam, apakah orang tua Adel sedang pergi lagi?. “oh ya, dimana kakakmu? bisa kami bertemu dengannya?” ujarku membuka percakapan.

“oh ya kak ayo masuk saja, nggak apa-apa kok kak Reno juga sudah tahu kalau kak Gio, kak Dinda dan kak Rey mau datang. Kak Reno ada dikamarnya lagi istirahat” ujar Adel dengan senyum. Jika Reno sudah tahu kami ingin datang berarti otomatis Adel sudah menceritakan semua tentang kami kepadanya.

“lalu bisa kamu antarkan kami kekamarnya” ucap Dinda dan dibalas anggukan dari Adel. Kami menaiki tangga menuju kamar Reno dilantai atas. Sepanajang lorong ruang kulihat banyak foto keluarga terpajang disana seolah menunjukan keharmonisan keluarga ini, tapi kenyataannya itu semua berbeda.

“Kak mereka datang! Mereka akan membantu kita kak” ujar Adel pada Reno yang terlihat tengah tidur berselimut kain tebal. Kain kompres terlihat berada diatas kepalanya menandakan bahwa dia sedang demam.

“untuk apa kalian kemari?” ujar Reno ketus kepada kami, yang jujur saaja sukses membuaat kami terkejut.

“kami kemari untuk membantu kalian menyelesaikan masalah keluarga kalian” ujar Rey.
“cih .. kalian hanya orang asing. Memangnya tahu apa soal kami. Tak ada yang bisa menyatukan kami, bagiku mereka sudah bukan orang tuaku lagi mungkin jika aku pergi nanti mereka juga tidak akan menangisiku”

“kak jangan bicara seperti itu, mereka adalah orang tua kit..”

“orang tua macam apa yang tega meninggalkan anaknya, bahkan hewanpun tak akan pernah meninggalkan anaknya apapun yang terjadi. Lalu apa mereka pantas disebut orang tua kita hah???” ucap Reno memotong perkataan Adel dengan ekspresi marah yang memuncak. Kami terdiam mendengar ucapan Reno, dia terliahat benar-benar marah ditengah keadaannya yang sekarang.

“baiklah kami mengerti kemarahanmu ini sudah tak bisa dibendung lagi tapi jangan jadikan dirimu sendiri menjadi pelampiasan emosimu” ujarku menasehati Reno.

“menurut cerita Adel kau sering sekali pulang pagi 2 bulan terakhir, kemana kau pergi? Apa kau tahu kau masih punya seorang adik yang peduli padamu” ucap Dinda lembut, Reno hanya terdiam tak berniat menanggapi ucapan kami.

“kau masih punya masadepan, masalah ini hanyalah salah satu ujian untukmu. Kau harus berusaha untuk keluar dari masalah ini. Kami mengan baru mengenalmu tapi kami peduli padamu.  Kau adalah generasi muda negri ini. Generasi muda yang baik haruslah saling menjaga tanpa mengenal siapa dia, karena iulah jangaan kau abaikan niat baik kami untuk menolong keluarga kalian” lanjut Rey menasehati Reno.

“baiklah aku berterimakasih atas niat baik kalian tapi percuma saja apapun yang akan kalian lakukan tak akan merubah keadaan yang ada sekarang, jadi kuharap kalian bisa pergi dari sini sekaligus jauhi masalah kami”

*****
1 minggu berlalu sejak pertemuan pertama kami dengan Reno yang berakhir dengan diusirnya kami oleh Reno. Adel tak pernah lagi menghubungiku untuk memberitahu keadaan Reno. Sejujurnya aku merasa kasihan dengan masalah yang meraaka hadapi akan tetapi ucapan Reno ada benarnya, kami hanyalah orang luar, yang hanya bisa kami lakukan saat ini adalah men-support mereka dari belakang. Sekarang aku, Rey dan Dinda tengah berada dialtar taman sentosa untuk mencari refrensi tugas kami yang tak kunjung selesai namu tiba-tiba dering handphoneku menghentikan kegiatan kami.

“halo???”

“kak tolong kemari, kak Reno kak, kak Reno?” terdengar suara Adel yang sepertinya tengah menangis kebingungan

“Reno? Reno kenapa Adel?” tanyaku usai mendengar nama Reno. Dinda dan Rey beralih mentapku usai mendengarku menyebut nama Reno.

“kakak-kakak ... kakak overdosis”

“apa? Overdosis?”

*****
Kami menunggu hasil pemeriksaan Reno dan kami benar-benar terkejut ketika hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Reno positif menggunakan narkoba. Adel terlihat sangat terpukul mendengarnya Dinda dan bibi berusaha untuk menenangkannya, sementara aku dan Rey masih sibuk berbicara soal rencana rehabilitasi terhadap Reno. Rencana rehabilitasi itu sendiri kami setujui dan kami berusaha menghubungi orang tua Adel untuk masalah ini.

30 menit berlalu akhirnya datanglah mama dan papa Adel. Adel yang tahu langsung menangis dalam pelukan sang mama, begitupun sang mama yang terlihat menangis memeluk putrinya.

“ada apa dengan putra saya Reno? Dimana dia sekarang?” tanya papa Reno.

“Reno sekarang ada di ruang UGD pak. Reno positif menggunakan Narkoba dan sekarang dia mengalami overdosis karena terlalau kecanduan menggunakannya” ujar Rey menjelaskan.

“APA? Dasar anak tak tahu diuntung, setiap hari papanya bekerja mencari uang untuknya tapi ternyata malah dibuat untuk hal bodoh seperti itu, sekarang lihat apa yang terjadi padanya kalau sudah begini siapa yang repot?”, sergah papa Adel. Adel yang mendengar ucapan sang papa langsung melepas pelukan mamanya dan segera menuju kearah papanya.

“pa .. asal papa tahu ya ini semua terjadi karena papa dan mama. Jika saja kalian tak lebih mementingkan pekerjaan dan urusan pribadi kalian semua ini tak akan terjadi. Kak Reno menjadi seperti ini karena kurangnya perhatian dan kasih sayang kalian”. Ucap Adel lantang menentang ucapan papanya. Seketika suasana hening menyelimuti lorong sebelum Adel melanjutkan ucapannya. “Sejak mama dan papa lebih mementingkan urusan kalian, sejak itu juga kak Reno jadi jarang pulang. kak Reno bilang mungkin dia akan seperti ini terus sampai kalian sadr akan kepergiannya nanti, dan saat itu aku tak tahu apa maksud ucapan kakak. Dan sekarang aku tahu apa arti ucapannya, andai saja aku tahu sejak dulu tak mungkin kakak seperti ini” lanjut Adel yang sukses memuat sang papa melunak akan kebenaran yang terjadi.

“dan apa papa mama tahu kami menghadapi masalah ini sendiri, aku menangis tiap hari berharap semua bisa berubah seketika meski kutahu sema pasti percuma. Andai tak ada kak Gio, kak Dinda dan kak Rey yang membantu kami entah apa yang terjadi nanti” lanjut Adel dengan air mata yang mengucur semakin deras kepipinya. Mama Adel segera menuju kearah putrinya dan memeluknya, air mata penyesalan terus mengurai dari matanya begitupun sang papa yang mulai beringsut mendekati sang putri dengan perasaan menyesal yang dalam. “Adel maafkan mama, mama menyesal karena mama tidak memperhatikan kalian, maafkan mama. Mama memang bukan ibu yang baik untuk kalian. Maafkan mama ya sayang!”

“maafkan papa juga ya sayang, papa fikir dengan harta dan kekayaan kalian akan bahagia. Tapi ternyata papa salah. Maafkan papa ya sayang” ujar  sang papa memeluk Adel dengan air mata yang mulai turun ke wajahnya. Adel mengangguk mendengar ucapan maaf kedua orang tuanya. Aku, Rey Dinda dan bibi terharu melihat keluarga Adel yang akhirnya kini dapat berkumpul kembali.

Papa Adel berdiri dan berjalan kearah kami, beliau menjabat tangan kami satu-persatu  untuk mengucapkan terima kasihnya kepada kami. “Saya sebagai perwakilan keluarga mengucapkan terima kasih karena kalian mau membantu keluraga kami terutama menemani dan mmenjaga Adel selama ini. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih”

“sama-sama pak, lagipula sudah kewajiban kami untuk membantu Adel menghadapi masalahnya. Lagipula kami   hanya membantu menyemangati Adel dan Reno sebagai sesama penerus negeri dalam menghadapi masalahnya” ucapku dan diikuti anggukan dari Rey dan Dinda.

“saya bangga dengan kalian karena jarang sekaali jaman sekarang ada pemuda yang mau membantu pemuda lan dalam menghadapi masaalah pribadi mereka. ya baiklah sekali lagi saya ucapkan terima kasih”

*****
2 Minggu berlalu, semakin hari keluarga Adel semakin membaik begitu juga Reno yang mulai menjalani proses rehabilitasi. Kini Adel dan Reno dapat tersenyum gembira karena keluarga mereka telah bersatu. Kami ikut bahagia mendengarnya dan hari ini kami berencana mampir kerumah Adel.

“hy kak ayo masuk mama udah buatin kue yang lezat untuk kalian” ucap Adel menyambut kami dengan tersenyum tanpa ada kesedihan lagi yang terukir diwajahnya.

“iya ayo silahkan dimakan Gio Dinda Rey, maaf kalau kuenya tidak enak karena sudah lama tante nggak masak kue ini” ucap mama Adel menawarkan kue buatannya pada kami.

“terima kasih tante nggak usah repot-repot kami kesini Cuma ingin bersilahturahmi. Ohya om kemana ya tante? ” ucap Dinda pada mama Adel.

“oh papa sedang kerja tapi papa sudah janji bakal pulang sore gk kayak dulu lagi pulang malam ya kan ma?” jawab Adel dan dibalas anggukan dari mamanya.

“hey kalian sudah datang?” ujar suara seorang pemuda dari belakang kami, ternyata itu Reno. Ia terlihat berbeda dari pertama kali kami bertemu meski wajahnya sedikit pucat tapi kini sebuah senyuman terukir jelas diwajahnya. “terimakasih ya, maaf dulu aku menilai kalian buruk!”

“tak apa-apa, semua orang pasti akan melakukan hal yang sama sepertimu jika ada orang luar yang ikut campur dalam masalahmu” ucapku merendah.

“ya tapi sekarang kalian bukan orang luar. Sekarang kalian adalah bagian dari keluarga ini juga, ya kan ma?” ujar Reno mminta persetujuan mamanya.

“tentu saja dan mulai sekarang jika kalian sedang butuh sesuatu jangansungkan-sungkan katakan kepada kami. Karena kami sudah berhutang banyak pada kalianucap mama Adel dengan mantap pada kami dan kami balas dengan ucapan terima kasih dari dalam hati.

*****


*****
Manusia memang tak bisa jauh dari perhatian orang lain, tak terkecuali orangtua. Orang tua merupakan pegangan utama bagi seorang anak, dengan arahan yang tepat seorang anak akan menjadi seorang penerus bangsa yang berkualitas. Namun tak jarang orang tua lebih mementingkan urusannya sendiri dan melupakan sejenak tentang anaknya, meskipun yang mereka lakukan itu demi buah hati mereka. Mereka berfikir bahwa dengan uang yang mereka usahakan, anak mereka akan bahagia namun sayangnya itu semakin membuat anak mereka menderita, menangis dalam kesendirian, terjerumus dalam sisi gelap pergaulan modern, bahkan menjauh dari kasih sayang. Terkadang manusia menjadikan uang sebagai penyebab terjadinya masalah tapi mereka tak sadar, bahwa pemikiran mereka tentang uang sendirilah yang menjadi inti masalah yang datang. Keluarga Adel dan Reno hanya satu dari sekian banyak keluarga yang terancam hancur hanya karena keegoisan orang tua mereka. Namun apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka? Hanya dorongan dan dukungan yang dapat kita berikan. Negeri ini masih membutuhkan banyak tunas muda yang rela berkarya demi nusa, dan salah satu yang terpenting bagi tumbuhnya mereka adalah kasih sayang yang cukup dari orang terdekat mereka, termasuk orang tua.

Dari keluarga Adel dan Reno, aku dapat menarik suatu pelajaran penting bahwa cinta, perhatian, dan kasih sayang orang tua adalah hal utama yang dibutuhkan oleh seeorang anak. Karena hanya pada orang tualah seorang anak akan mencurahkan isi hatinya dan ekspresi akhirnya. Kini semua harus berubah, karena uang bukanlah segalanya, uang hanyalah media pemenuhan kebutuhan manusia. Yang terpenting bagi negeri ini bukanlah uang, bukanlah pemimpin yang besar, dan bukanlah janji yang tak kunjung ditepati, akan tetapi negeri ini butuh pemuda-pemudi yang mau bangun dan berkarya untuk negerinya, untuk INDONESIA!

              -     - THE END -GIO  -

Pilihan Demi Negeri - Rey

By : Andy Kusuma
Aku Anak Indonesia The Series
Pilihan Demi Negeri – Rey


Naskah : Andy Kusuma wardhani
Karakter : Sinemart PH
Lolos moderasi pada : 19 September 2015

*****

Namaku Rey, aku adalah salah satu murid berbakat di SMA Indonesia. Aku punya sahabat yang cukup dekat denganku yaitu dinda dan gio, gio sendiri adalah sahabatku sejak SMP hingga sekarang sementara dinda sendiri baru masa SMA inilah kami menjadi sahabat. Disini aku akan menceritakan kisah pribadiku ketika aku dihadapkan pada pilihan antara bersekolah diluar negeri dengan beasiswa atau bersekolah didalam negeri. Waktu itu ini adalah pilihan terberat yang harus aku pilih dan akhirnya bisa kupilih dengan pilihan yang tepat bagiku karena semuanya kulakukan untuk Indonesia. negeriku, negerimu, negeri kita semua dan kita harus membuat perubahan.

*****
Salah satu bagian dari Cerpen ‘Aku Anak Indonesia The Series’, yang menceritakan tentang salah satu murid pintar kita yaitu, Rey. Jadi karena ini seri kedua ya mungkin lebih privacy dari seri pertamanya yang kuterbitkan untuk memperingati HUT RI ke-70 yang kemarin dan lagi, alasan kenapa kuputuskan untuk membuat Cerpen AAI The Series adalah untuk men-Tes kemampuan ku dalam membuat cerpen yang bisa memotivasi generasi penerus bangsa. Hahaha ...

*****
“selamat rey kau mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di Osaka Senior Highschool dan kamu juga bisa langsung meneruskan kuliah di Osaka City University usai lulus tanpa biaya sepeserpun” ucap pak santoso selaku kepala sekolah memberikan pengumuman ini padaku diruangannya. Aku bahagia sekali mendengarnya dan pasti gio maupun dinda juga akan senang mendengarnya.

“benarkah pak?”

“ya benar tapi ada satu hal yang perlu kamu tahu. Kamu kesana dikhususkan sebagai siswa asia tenggara yang dididik untuk menjadi tunas muda asia untuk jepang, jadi hanya ada kecil kemungkinan kau bisa kembali keindonesia”

“jadi maksud bapak, saya juga harus pindah ke jepang dan meniggalkan semuanya yang ada disini?” tanyaku mengkonfirmasi bahwa aku tak salah dengar

“ya kau benar rey, ini kesempatan emas untukmu pikirkan kesempatan ini karena kesempatan seperti ini tak datang 2 kali, jadi pikirkan matang-matang. Semua keputusan ada di tanganmu. Kami tunggu jawabanmu 3 hari dari sekarang”

*****
Aku terdiam menyendiri dikantin sekolah usai keluar dari ruang kepala sekolah, lalu lalang anak-anak lain dengan senangnya mengisi perut mereka dengan makanan dan minuman tapi berbeda denganku yang hanyaa terdiam dimeja sudut kantin. Namun tiba-tiba tepukan seseorang membuatku sadar dari anganku.

“rey kamu kenapa, sepertinya usai keluar dari ruang kepsek tadi kau terlihat murung? Ada apa?” tanya orang itu yang ternyata adalah gio. Aku terdiam tak berniat menjawab pertanyaan gio.

“iya rey, ceritakan pada kami apa yang terjadi? Apa ada masalah, sampai-sampai membuatmu menjadi seperti ini? Mungkin saja kami bisa membantumu” tanya ani yang datang bersama gio. Aku berfikir ada benarnya juga ucapan ani, mungkin saja mereka bisa memberikan usulan tentang apa yang harus aku pilih.

“bukan masalah kok hanya saja tadi kepala sekolah memberitahukan padaku bahwa aku mendapat beasiswa untuk bersekolah di Osaka Jepang” jabarku.

“benarkah itu rey? Bagus dong kalau kamu mendapatkannya karena tak sembarang orang bisa seberuntung kamu mendapatkan beasiswa seperti ini. Saranku lebih baik kamu menerimanya karena kesempatan seperti ini tak datang 2 kali dan lagi jika kau menerimanya nanti ketika kamu kembali keindonesia kamu bisa memanfaatkan ilmumu untuk mengembangkan negeri ini” usul gio diikuti oleh anggukan dari dinda.

“itulah masalahnya, asal kalian tahu sebenarnya aku ingin menerimanya tapi aku berat jika harus meninggalkan kalian dan negeri ini” ungkap hatiku pada gio dan ani

“apa maksudmu rey?” tanya dinda heran.

“jika aku menerima beasiswa itu, otomatis aku akan dididik untuk menjadi peneliti khusus untuk jepang dan tidak diizinkan kembali dan berkarya ditanah air” ujarku disusul raut keterkejutan diwajah mereka usai mengatakannya. “aku tak mau jika aku harus meninggalkan negeriku sendiri dan berkarya dinegeri orang lain, meskipun begitu sebenarnya aku sangat ingin menerima beasiswa itu. Aku bingung sekali apa yang harus kupilih. Disatu sisi aku atak sanggup meninggalkan kalian dan negeri ini tapi disisi lain adalah kebaikan dan kepentingan diriku” ucapku dengan penuh gelisah dalam hatiku.

“tenanglah rey, jangan kau bebani fikiranmu dengan hal ini semua pasti ada jalan keluarnya. Sekarang fikiran baik-baik mana yang menurutmu benar dan mintalah pendapat orang lain dalam memutuskan keputusanmu ini, terutama orang tuamu” ucap dinda duduk disampingku dan menangkanku.

“menurut kalian ?” tanyaku balik pada mereka namun tak ada jawaban dari dinda maupun gio, hanya kebisuaan yang kudapat menambah beban fikiranku.

*****
Aku menapaki jalanan menuju kesekolah, semalam aku sempat menanyakan masalah beasiswa itu kepada mama & papa, tapi bukan jawaban yang kudapat. Mereka malah menyerahkan semua pilihan itu padaku, jika aku setuju dan menerimanya pun tak masalah bagi mereka, karena ada family yang juga tinggal di osaka, jepang. Dan itu semua semakin membuatku kacau. Disela-sela perjalananku aku tak sengaja melihat banyak orang tengah mengantri melamar kerja pada sebuah perusahaan. Aku terdiam, berapa banyak orang yang melamar kerja setiap harinya? Tapi berapa banyak lapangan pekerjaan yang ada diindonesia? Benar-benar tak sebanding. Andai saja banyak lapangan kerj kecil maupun besara yang didirikan minimal 20 objek perharinya, aku yakin hanya dalam waktu 25 tahun mendatang tak akan ada lagi yang namanya pengangguran.

“meski aku menerimanya tetap saja aku tak bisa berguna bagi bangsa, lalu untuk apa aku menerimanya?”

Aku sampai di gerbang sekolah dan siap memasukinya, namun tanpa kutahu tiba-tiba, seseorang wanita tak sengaja menabrakku, buku-buku skripsi miliknya jatuh berantakan. Sepertinya dia seorang mahasiswa tingkat akhir karena kulihat begitu banyak skripsi yang berjatuhan.

“maaf kak saya tak sengaja” ucapku meminta maaf

“tak apa bukan kamu kok dik yang salah, saya yang salah. Karena terburu-buru buat ke kantor, jadi gak liat-liat. Maaf ya dik” ucapnya sopan. Aku membantunya merapikan kembali lembaran-lembaran skripsi dan buku yang berjatuhan tadi, dan saat itu tak sengaja aku melihat sebuah lembar kertas yang berjudul ‘pengajuan hasil penelitian dasar untuk indonesia’ diatasnya dengan sebuah tulisan bernama ‘Mikha Yuliana’.

“apa ini milik kakak?” tanyaku pada wanita itu. Ia mengangguk mengiyakan pertanyaanku

“ya itu memang milik saya. Itu hasil penelitianku selama 3 tahun ini. Sebenarnya penelitian itu sudah dipastikan ke akuratannya dan sudah diminta oleh amerika serikat sebagai bahan subjektif penelitian tumbuhan dengan imbalan puluhan milyar rupiah plus dijadikan seorang professor biotical” jelasnya menceritakan mengnai penelitiannya. Aku tertegun akan penjelasannya dan aku penasaran apa jawabannya.

“lalu, apa kakak menerimanya?”

“tentu saja aku menolaknya” ujarnya dan sekali lagi membuatku terkejut, aku semakin penasaran dengan alasan kenapa ia menolaknya tapi aku mengurungkan niatku untuk bertanya lebih lanjut karena bel sekolah akhirnya berbunyi. Kuserahkan lembaran yang kubawa kepada kakak itu dan terpikir satu hal.

“kak maaf boleh saya bicara lebih lanjut tentang keputusan kakak ini? Sebelumnya maaf, perkenalkan nama saya Rey” sambutku mengulurkan tangan kepadanya dia menbalas uluran tanganku dengan tersenyum.

“oh ya boleh, perkenalkan saya Mikha. Kamu bisa datang kerumah saya sepulang sekolah nanti rey. Ini alamat saya” ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama kepadaku.

“terima kasih kak, maaf merepotkan”

“nggak apa-apa kok, justru saya senang jika ada anak muda sepertimu yang ingin tahu tentang pilihan saya untuk negeri ini”

*****
Aku mengetuk pintu rumah yang alamatnya tertera didalam kartu nama ini dan tak lama kemudian kak mikha datang menemuiku

“oh kamu rey ayo masuk, silahkan duduk. Kamu mau kakak buatkan minum?” ucapnya mempersilahkanku duduk dengan tersenyum.

“terima kasih kak, tidak perlu repot-repot saya kemari Cuma ingin mengetahui beberapa hal mengenai keputusan kakak untuk menolak tawaran yang besar itu” ujarku to the point padanya.

“baiklah, alasan kakak menolak tawaran itu karena menurut kakak lebih baik penelitian ini kakak tujukan untuk indonesia”
“tapi kenapa bukankah ini tawaran yang besar, jarang sekali ada orang indonesia yang diakui oleh negara lain sebagai orang yang berbakat?”

“ya kau benar, tapi lebih jarang lagi jika indonesia yang diakui oleh negara lain sebagai negara yang berpotensial. Bahkan bisa jadi tidak mungkin jika semua orang yang memiliki bakat besar untuk negeri ini lebih memilih pindah kenegeri orang lain kan?” ucap kak mikha dengan serius bahkan mampu membuatku terdiam sejenak memikirkan ucapannya. “saat ini indonesia sendiri sangat minim potensi di mancanegara, masyarakat terlalu mengandalkan pemerintah, meskipun mereka adalah wakil rakyat, seharusnya sebagai warga negara yang baik, kerja nyata juga harus dilakukan sesuai kemampun individu tersebut. Misalnya jika kau pandai dan ahli di bidang agama dan spiritual maka jadilah qori’ indonesia yang mendunia, jika kau ahli dalam sains, buatlah terobosan baru dengan penelitian agar penelitian itu bisa berguna untuk bangsa”

“maaf kak tapi apa hanya belajar didalam negeri seseorang bisa memiliki potensi besar untuk berkarya demi bangsa?”

“tentu saja bisa, jika difikirkan lebih rinci lagi. Sebenarnya apa perbedaan antara pendidikan di indonesia dan diluar negeri? Tidak ada, yang beda hanya saja fasilitas yang belum memadai kadang menjadi faktor penghambat pendidikan di indonesia. Bersekolah dinegeri orang memang bagus karena kita bisa mempelajari ilmu dan teknologi mereka tapi jikalau kita rasa sudah cukup ilmu yang kita dapat, kita wajibkan diri kita untuk untuk kembali dan memanfaatkan ilmu kita demi negeri, jangan mngushakan di negeri orang lain jika negeri kita sendiri belum kita usahakan. Kau mengertikan rey?” jelas kak mikha atas pertanyaanku. Aku mengangguk, sedikit mengerti sekarang dengan keputusan apa yang akan kuambil nanti, tapi kurasa aku juga harus meminta saran orang lain akan keputusanku ini, dan orang yang tepat itu adalah kak mikha.

“kak tolong beri aku solusi, pilihan apa yang harus aku pilih karena aku mendapat tawaran untuk bersekolah dijepang sampai lulus sarjana tapi setelah aku lulus aku diwajibkan untuk tinggal dan bekerja disana untuk selamanya. Aku bingung kak, memilih untuk menerimanya atau menolaknya karena ini adalah tawaran yang besar tetapi disisi lain aku harus mengorbankan ilmuku bukan untuk bangsa ini tapi untuk negeri lain. Tolong bantu aku kak?” ujarku pada kak mikha.

“baiklah jarang sekali dizaman ini ada generasi muda yang libih mementingkan bangsanya ketimbang dirinya sendiri, rata-rata kebanyakan orang hanya akan mengincar upah atas apa yang telah dia lakukan, kini semua pilihan ditanganmu, kau ingin mengincar upah dari pemerintah atau bekerja ikhlas demi negeri. Untuk masalahmu saranku adalah lebih baik kamu menolaknya jika kau rela melakukannya demi bangsa,. Karena,buat apa kamu pintar kalau ilmumu tidak kamu berikan untuk negerimu sendiri. Tujuanmu menjadi cerdas itu kan agar berguna bagi nusa dan bangsa. Lantas,klau kamu menerima tawaran itu,tujuan yang dlu ingin kamu capai akan kamu apakan? Dibuang begitu saja?”, saran kak mikha kupahami baik-baik, terdiam sejenak tak membalas ucapan kak mikha sekarang aku harus membuat keputusan segera, karena setelh mendengar penjelasan kak mikha aku jadi mantap atas pilihan apa yng akan kupilih nanti. “ingat rey fikirkan baik-baik saranku, sekarang semua keputusan ada ditanganmu buatlah sebuah pilihan, pilihan yang tepat untukmu karena yang akan kau buat saat ini adalah piliha untuk negeri!”

*****
“rey, apa yang kau katakan pada kepala sekolah mengenai beasiswa itu? Apakah kau menerimanya?” tanya dinda padaku setelah aku kembali dari ruang kepala sekolah untuk mengkonfirmasi keputusan akhirku. Aku tersenyum lalu menggeleng pelan.

“apa kau menolaknya?” tanya gio lagi meminta konfirmasi dariku dan dengan segera aku mengangguk. Ya aku memang menolaknya, ini adalah keputusan akhirku. Mendengar nasihat dan kata-kata kak mikha kemarin, kini aku mengerti betapa perlunya negeri ini dengan orang yang berbakat. Daripada kuberikan pada negara lain bukankah sebaiknya kuberikan pada negeriku, negeri yang telah melindungiku, negeri yang telah membesarkanku, dan negeri yang menjadi tanah tumpah darahku.

“Ya aku menolaknya, lagipula aku tak mau meninggalkan negeriku ini dan juga aku tak mau meninggalkan kalian hanya demi egoku sendirikan, teman-temanku. Lagipula sepertinya tadi pak santoso juga menerima keputusanku dengan bangga”

“benarkah rey? Tapi bukankah ini tawaran yang sangat besar untukmu?”

“ya din, kau benar tapi seseorang telah mengajariku tentang betapa butuhnya negeri ini dengan orang-orang yang akan membuat perubahan besar untuk negeri. Dan yang dibutuhkan negeri ini adalah generasi muda yang berkompeten. Lagipula kurasa sama saja pendidikan diluar negeri dengan di indonesia hanya saja teknologi dan cara pengajaranlah yang membedakannya”

”ya kau benar rey, kami bangga dengan keputusanmu itu. Hanya kitalah, para generasi muda yang dapat memajukan negeri ini” ujar gio menepuk pundakku dengan tersenyum

“kalau bukan kita siapa lagi ya kan?” ucap dinda dan kami balas dengan anggukan.

    *****
~ Tanah Airku - Ibu Sud ~

*****
Setiap orang akan memilih yang terbaik untuk dirinya sendiri, banyak orang yang ingin memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain. Namun ini adalah tanah kita, indonesia. Mementingkan waktu saat ini dan melupakan hal apa yang akan terjadi di masa depan bukan suatu pilihan yang tepat. Negeri ini membutuhkan generasi baru yang akan membawa negeri ini menuju kejayaan, namun masih banyak orang yang membutuhkan mata pencaharian tapi masih sangat sedikit orang yang mendirikan sumber mata pencaharian baru bagi mereka. Banyak orang pintar dinegeri ini tapi masih sedikit orang yang mau mengerti tentang mereka dan memilih mengabaikan mereka. Banyak orang berprestasi dinegeri ini tapi masih sedikit orang yang mau suka rela menggoreskan prestasinya untuk negeri ini. Kak mikha hanyalah satu dari banyak orang berprestasi dinegeri ini dan rela tanpa upah menyerahkan prestasinya demi negeri ini. Lalu Siapa yang salah? Entahlah?. Negeri ini adalah negeri kita memikirkan upah untuk negeri bukan hal yang baik. Dulu Begitu banyak para pejuang yang mengorbankan nyawanya demi negeri tanpa upah. Lalu kenapa kita tidak?, padahal kita hanya perlu menyumbangkan ilmu kita untuk negeri ini karena ini adalah negeriku, negerimu dan negeri kita. Kita harus membuat perubahan untuk negeri!. Kini nafsu dan uanglah yang mengalahkan pilihan untuk negeri kita, hanya kesadaran hatilah yang kini bisa menggugah hati untuk bertindak demi negeri ini, negeriku INDONESIA.

-      - THE END -                          REY  ~


- Copyright © Lullaby Devil - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -