Archive for Oktober 2015
Ekspresi Jiwa Yang Terombak – Gio
By : Andy Kusuma
Aku Anak Indonesia
The Series
Ekspresi Jiwa Yang Terombak – Gio
Naskah : Andy Kusuma wardhani
Karakter : Sinemart PH
Lolos moderasi pada : 15 Oktober 2015
*****
Sebelumnya perkenalkan, namaku adalah Gio.
Seorang ketua OSIS SMA Indonesia sekaligus seorang ketua kelas XIA SMA
Indonesia. Aku hanyalah anak seorang yang bisa dibilang tercukupi dan suatu
keberuntungan jika aku bisa menjadi salah satu murid di SMA yang cukup elit
ini. Rey dan Dinda, mereka adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki karena
bagi kami persahabatan ini adalah hal lebh penting dari apapun. Aku akan
menceritakan pengalaman kami dalam memecahakan sebuah masalah yang berhubungan
dengan seorang yang hidupnya terpuruk dikarenakan kurangnya perhatian dari
orang tua. Mungkin ini salah satu kisah suram dibalik generasi pemuda yang
semakin mengkhawatirkan, dan kita harus segera merubahnya demi diri sendiri,
diri kita, orang lain, dan terutama
bangsa ini.
*****
Hey
ketemu lagi diseri keempat ‘Aku Anak Indonesia The Series’, kisah ini
sebenarnya dapat ide dari teman dengan artian ini adalah kisah kolaborasi kami
tapi entah kenapa dia nggak mau aku sebutin namanya disini hehehe .. ya udah
aku turutin aja toh disini udah aku beritahukan jika seri ini adalah hasil
kolaborasi kami. Ok enjoy reading guys moga bisa menjadi pelajaran berharga
bagi kita tentang pentingnya kasih sayang orang disekitar kita terhadap tingkah
laku dan tindakan kita.
*****
Aku melangkahkan kaki menyusuri jalanan
trotoar pinggir jalan untuk menemui Dinda dan Rey ditaman karena memang
sebelumnya kami sudah membuat janji untuk bertemu membahas tugas membuat
refrensi tentang masyarakat. Kami sekarang bingung mau mengangkat topik apa
sebagai bahan pembahasan karena tema yang kami dapatkan untuk tugas ini adalah
‘keluarga’. Dengan memikirkan bahan apa yang akan kuangkat nanti, ditengah
langkahku kudengar isakan tangis seorang gadis yang entah darimana asalnya, aku
sendiri samar mendengarnya karena suara bising jalan raya ikut mengganggu
pendengaranku. Kutelusuri asal suara itu dan aku terkejut ketika aku melihat
seorang gadis berusia 12 tahunan tengah terduduk menangis di kursi taman yang
tak jauh dari area trotoar jalan raya.
“dek, kamu kenapa menangis?” sapaku
menegurnya, ia terlihat terkejut dan berusaha terdiam menghindar menjauhiku.
“tidak apa-apa, kakak bukan orang jahat
kok. Jangan takut mungkin ada yang bisa kakak bantu?”, tawrku padanya namun dia
masih tetap saja diam tak menjawab pertanyaanku. “baiklah kalau kamu tak
percaya, kenalkan nama kakak Gio. Jangan takut aku Cuma berniat membantumu,
mungkin ada yang bisa kakak bantu. Oh ya namamu siapa?”
“a-a-Adel..” ucapanya terpatah-patah,
mungkin sedikit takut denganku tapi untunglah setidaknya dia sudah percaya
kepadaku.
“oh Adel, baiklah lalu kenapa kau
menangis. Katakan padaku?” tawarku padanya, terlihat sedikit keraguan
diwajahnya namun sedetik kemudian dia mengangguk pelan tanda kesediaannya.
“a-aku takut keluargaku hancur. Karena
kakakku selalu pulang pergi tak menentu. Ayah dan ibu terlalu sibuk dengan
urusannya masing-masing dan tak pernah memperdulikan kami” ucapnya menceritakan
masalah yang dihadapinya, aku mengelus bahunya untuk menenangkannya. Ternyata
masalahnya cukup berat dan kurasa siapapun yang mengalaminya akan melalukan hal
yang serupa dengan apa yang dilakukan Adel.
“jadi itu masalahmu, baiklah akan coba
kakak bantu ya. Sekarang kamu kakak antar pulang bahaya jika kamu disini dalam
keadaan seperti ini” tawarku padanya, ia mengangguk. Aku prihatin atas masalah Adel
entah kenapa aku ingin sekali membantunya menyelesaikan masalahnya ini, dan aku
yakin aku pasti bisa membantu keluarga Adel meskipun aku bukan siapa-siapanya.
*****
“jadi itu masalahnya, sepertinya rumit?”
ucap Rey usai kuceritakan masalah tentang Adel pada mereka saat kami telah
berkumpul. Dinda pun mengangguk menyetujui ucapan Rey.
“tapi kita harus membantunya, karena ...”
“tapi Gio kita bukan siapa-siapa mereka, apakah
mereka mau menerima bantuan kita?” ucap Dinda memotong ucapanku. Aku terdiam,
ucapan Dinda ada benarnya karena memang kami bukan siapa-siapanya Adel dan aku
saja baru sekali tadi bertemu dengan Adel.
“kau menyimpan nomor telfonnya Adel?”
tanya Rey padaku dan aku mengangguk mengiyakan pertanyaannya, ia menjentikan
jari pertanda ada ide cerdik yang muncul diotaknya. “nah .. nanti kau hubungi
dia dan pertemukan kami dengannya agar kami saling kenal dan agar dia bisa
menceritakan masalah lengkapnya pada kita besok, jadi kita tau langkah apa yang
harus kita ambil untuk membantunya”
“ya aku setuju” ucap Dinda
“baklah nanti ku hubungi Adel, biar waktu
dan tempatnya aku yang fikirkan. Sekarang lebih baik kita bahas tugas utama
kita ini” ucapku mengiyakan dan menunjuk lembaran refrensi untuk tugas kami
yang belum tersentuh.
*****
Usai
sekolah aku, Dinda, dan Rey memutuskan untuk menemui Adel ditaman. Semalam aku
menelponnya untuk mempertemukannya dengan Dinda dan Rey sekaligus memintanya
untuk menceritakan masalahnya secara lengkap kepada kami. Jam di tanganku
menunjukan pukul 2 siang kurasa Adel sudah menunggu kedatangan kami disana dan
benar saja terlihat Adel tengah duduk dikursi taman dengan kedua telapak
tangannya menutupi wajah, apa dia menengis lagi?. Aku segera berlari menuju
kearah dimana Adel berada disusul oleh Dinda dan Rey dibelakangku.
“Adel kami datang, kamu kenapa menangis
lagi?” tanyaku pada gadis manis itu.
“lagi-lagi kakak nggak pulang kak, aku
nggak tau dimana dia sekarang ayah dan ibu juga tak perduli akan keberadaan
kakak. Aku takut kak? Aku takut kakakku kenapa-napa” ucapnya dengan air mata
yang terus berlinang dari matanya. Dinda mengusap air mata Adel dengan tisu
yang dibawanya.
“sudah sekarang kamu tenang kami akan
membantumu jadi jangan menangis lagi” ucap Dinda lembut yang sukses membuat Adel
sedikit tenang
“nah Adel ini teman-teman kakak yang kakak
ceritakan kemarin, ini kak Dinda dan itu kak Rey. Kami akan berusaha membantumu
mencari jalan keluar atas masalahmu ini” ucapku memperkenalan Rey dan Dinda
pada Adel. “salam kenal kak, mohon bantuannya”
“nah sebelum itu tolong jelaskan pada kami
tentang masalahmu agar kami dapat membantumu dengan cepat karena sepertinya ini
maslah yang serius seperti yang dikatakan Gio kemarin!” ujar Rey dengan nada
penuh terkanya.
“sejak ayah mendapat tawaran kerja sebagai
supervisor regulation yang memakasanya harus dipindah tugaskan kesini,
kehidupan kami berubah, ayah sering sekali pulang malam karena urusan kerjanya.
Ibu sering pergi dengan teman-temannya sementara aku dan kakak slalu ditinggal
sendirian dirumah. Namun beberapa bulan terakhir kakak jadi jarang dirumah,
awalnya kakak hanya berangkat sore dan pulang malam akan tetapi lama-kelamaan
kakak menjadi sering berangkat siang usai sekolah sampai larut malam bahkan
sampai pagi. Meskipun begitu ayah dan ibu tetap tak memperdulikannya karena
ketika mereka pulang mereka langsung istirahat tanpa mengecek keadaan kakak.
Hanya aku dan bibi lah yang slalu mencemaskan keberadaan kakak”
“lalu siapa nama kakakmu? Dan sekarang apa
kamu punya nomor telefon salah satu dari taman kakaku?” tanya Rey dan bibalasa
anggukan kecil dari Adel.
“Reno, ya aku punya nomr temennya kak Reno
dia masih satu keluarga dengan kami. Namanya kak rizal. Dia adalah sahabat kak Reno
dari kecil. Sebentar ..” ucap Dinda sambil mengeluarkan handphone kecil dari
saku celananya. “ini nomor kak rizal”.
“nah dapat, dengan ini kita bisa mendapat
info kira-kira kemana Reno berada. Gio tolong telefon” ujar Rey, aku mengagguk.
Aku mencatat nomor rizal kedalam handphone ku dan segera menelponnya namu
sampai 2 menit kami menunggu tak ada jawaban dari Reno, sepertinya handphonenya
mati.
“handphonenya mati”
“lalu bagai mana sekarang?” tanya Dinda
dengan nada kebingungan begitu juga aku.
“Tak ada cara lain kita harus menunggu
perkembangan tentang Reno dari Adel” usul Rey. Aku mengangguk mendengar usul Rey
karena urasa memeng itu jalan satu-satunya.
“Adel kamu awasi kakakmu dan beritahukan
perkembangannya kepada kami nanti jika ada apa-apa beritahukan kepadaku, kak Gio
maupun kak Rey ya. Ini nomor kami” ucap Dinda sambil menyerahkan nomor miliknya
dan Rey kepada Adel. Adel mengangguk tanpa bicara, sepertinya masalah ini benar
benar memukulnya hingga membuatnya menjadi seperti ini. Karena keegoisan orang
tua mereka kini Reno dan Adel lah yang harus menjadi korbannya.
“tolong ya kak!” pinta Adel dengan ekspresi
tulus diwajah mudanya kepada kami dan tanpa ragu lagi kami pun mengangguk
mengiyakan permintaan kecilnya semampu kami.
*****
Sejak saat itu hari demi hari kami
mendapat kabar dari Adel mengenai keadaan keluarganya, namun bukan kabar baik
yang kami dapat malah justru hari kehari kabar uruk yang Adel sampaikan kepada
kami. Reno semakin hari keadaanya semakin parah, selalu pulang pagi, sering
bolos sekolah, dan akhir-akhir ini kata Adel, Reno sering demam dan menggigil
usai pulang pagi. Meskipun begitu ayah dan ibu mereka seolah bisu dengan
keadaan yang dialami anaknya, pernah suatu hari ketika Reno tengah sakit dan
harus dibawa ke rumah sakit, justru bibi dab Adel lah yang membawa Reno ke RS
atas perintah ayah dan ibunya yang tak sempat membawa Reno ke RS karena
kesibukannya masing-masing. Mendengar itu aku, Dinda dan Rey berncana menengok
keadaan Reno serta meminta alasan mengapa ia sering pulang malam.
Adel segera membuuka pintu rumah ketika
kami datang. Rumah ini terlihat besar dari luar tapi terasa sepi ketika berada
didalam, apakah orang tua Adel sedang pergi lagi?. “oh ya, dimana kakakmu? bisa
kami bertemu dengannya?” ujarku membuka percakapan.
“oh ya kak ayo masuk saja, nggak apa-apa
kok kak Reno juga sudah tahu kalau kak Gio, kak Dinda dan kak Rey mau datang.
Kak Reno ada dikamarnya lagi istirahat” ujar Adel dengan senyum. Jika Reno
sudah tahu kami ingin datang berarti otomatis Adel sudah menceritakan semua
tentang kami kepadanya.
“lalu bisa kamu antarkan kami kekamarnya”
ucap Dinda dan dibalas anggukan dari Adel. Kami menaiki tangga menuju kamar Reno
dilantai atas. Sepanajang lorong ruang kulihat banyak foto keluarga terpajang
disana seolah menunjukan keharmonisan keluarga ini, tapi kenyataannya itu semua
berbeda.
“Kak mereka datang! Mereka akan membantu
kita kak” ujar Adel pada Reno yang terlihat tengah tidur berselimut kain tebal.
Kain kompres terlihat berada diatas kepalanya menandakan bahwa dia sedang
demam.
“untuk apa kalian kemari?” ujar Reno ketus
kepada kami, yang jujur saaja sukses membuaat kami terkejut.
“kami kemari untuk membantu kalian menyelesaikan
masalah keluarga kalian” ujar Rey.
“cih .. kalian hanya orang asing.
Memangnya tahu apa soal kami. Tak ada yang bisa menyatukan kami, bagiku mereka
sudah bukan orang tuaku lagi mungkin jika aku pergi nanti mereka juga tidak
akan menangisiku”
“kak jangan bicara seperti itu, mereka
adalah orang tua kit..”
“orang tua macam apa yang tega
meninggalkan anaknya, bahkan hewanpun tak akan pernah meninggalkan anaknya
apapun yang terjadi. Lalu apa mereka pantas disebut orang tua kita hah???” ucap
Reno memotong perkataan Adel dengan ekspresi marah yang memuncak. Kami terdiam
mendengar ucapan Reno, dia terliahat benar-benar marah ditengah keadaannya yang
sekarang.
“baiklah kami mengerti kemarahanmu ini
sudah tak bisa dibendung lagi tapi jangan jadikan dirimu sendiri menjadi
pelampiasan emosimu” ujarku menasehati Reno.
“menurut cerita Adel kau sering sekali
pulang pagi 2 bulan terakhir, kemana kau pergi? Apa kau tahu kau masih punya
seorang adik yang peduli padamu” ucap Dinda lembut, Reno hanya terdiam tak
berniat menanggapi ucapan kami.
“kau masih punya masadepan, masalah ini
hanyalah salah satu ujian untukmu. Kau harus berusaha untuk keluar dari masalah
ini. Kami mengan baru mengenalmu tapi kami peduli padamu. Kau adalah generasi muda negri ini. Generasi
muda yang baik haruslah saling menjaga tanpa mengenal siapa dia, karena iulah
jangaan kau abaikan niat baik kami untuk menolong keluarga kalian” lanjut Rey
menasehati Reno.
“baiklah aku berterimakasih atas niat baik
kalian tapi percuma saja apapun yang akan kalian lakukan tak akan merubah
keadaan yang ada sekarang, jadi kuharap kalian bisa pergi dari sini sekaligus
jauhi masalah kami”
*****
1 minggu berlalu sejak pertemuan pertama
kami dengan Reno yang berakhir dengan diusirnya kami oleh Reno. Adel tak pernah
lagi menghubungiku untuk memberitahu keadaan Reno. Sejujurnya aku merasa
kasihan dengan masalah yang meraaka hadapi akan tetapi ucapan Reno ada
benarnya, kami hanyalah orang luar, yang hanya bisa kami lakukan saat ini
adalah men-support mereka dari belakang. Sekarang aku, Rey dan Dinda tengah
berada dialtar taman sentosa untuk mencari refrensi tugas kami yang tak kunjung
selesai namu tiba-tiba dering handphoneku menghentikan kegiatan kami.
“halo???”
“kak tolong kemari, kak Reno kak, kak Reno?”
terdengar suara Adel yang sepertinya tengah menangis kebingungan
“Reno? Reno kenapa Adel?” tanyaku usai
mendengar nama Reno. Dinda dan Rey beralih mentapku usai mendengarku menyebut
nama Reno.
“kakak-kakak ... kakak overdosis”
“apa? Overdosis?”
*****
Kami menunggu hasil pemeriksaan Reno dan
kami benar-benar terkejut ketika hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Reno
positif menggunakan narkoba. Adel terlihat sangat terpukul mendengarnya Dinda
dan bibi berusaha untuk menenangkannya, sementara aku dan Rey masih sibuk
berbicara soal rencana rehabilitasi terhadap Reno. Rencana rehabilitasi itu
sendiri kami setujui dan kami berusaha menghubungi orang tua Adel untuk masalah
ini.
30 menit berlalu akhirnya datanglah mama
dan papa Adel. Adel yang tahu langsung menangis dalam pelukan sang mama,
begitupun sang mama yang terlihat menangis memeluk putrinya.
“ada apa dengan putra saya Reno? Dimana
dia sekarang?” tanya papa Reno.
“Reno sekarang ada di ruang UGD pak. Reno
positif menggunakan Narkoba dan sekarang dia mengalami overdosis karena
terlalau kecanduan menggunakannya” ujar Rey menjelaskan.
“APA? Dasar anak tak tahu diuntung, setiap
hari papanya bekerja mencari uang untuknya tapi ternyata malah dibuat untuk hal
bodoh seperti itu, sekarang lihat apa yang terjadi padanya kalau sudah begini
siapa yang repot?”, sergah papa Adel. Adel yang mendengar ucapan sang papa
langsung melepas pelukan mamanya dan segera menuju kearah papanya.
“pa .. asal papa tahu ya ini semua terjadi
karena papa dan mama. Jika saja kalian tak lebih mementingkan pekerjaan dan
urusan pribadi kalian semua ini tak akan terjadi. Kak Reno menjadi seperti ini
karena kurangnya perhatian dan kasih sayang kalian”. Ucap Adel lantang
menentang ucapan papanya. Seketika suasana hening menyelimuti lorong sebelum Adel
melanjutkan ucapannya. “Sejak mama dan papa lebih mementingkan urusan kalian,
sejak itu juga kak Reno jadi jarang pulang. kak Reno bilang mungkin dia akan
seperti ini terus sampai kalian sadr akan kepergiannya nanti, dan saat itu aku
tak tahu apa maksud ucapan kakak. Dan sekarang aku tahu apa arti ucapannya,
andai saja aku tahu sejak dulu tak mungkin kakak seperti ini” lanjut Adel yang
sukses memuat sang papa melunak akan kebenaran yang terjadi.
“dan apa papa mama tahu kami menghadapi
masalah ini sendiri, aku menangis tiap hari berharap semua bisa berubah
seketika meski kutahu sema pasti percuma. Andai tak ada kak Gio, kak Dinda dan
kak Rey yang membantu kami entah apa yang terjadi nanti” lanjut Adel dengan air
mata yang mengucur semakin deras kepipinya. Mama Adel segera menuju kearah
putrinya dan memeluknya, air mata penyesalan terus mengurai dari matanya
begitupun sang papa yang mulai beringsut mendekati sang putri dengan perasaan
menyesal yang dalam. “Adel maafkan mama, mama menyesal karena mama tidak
memperhatikan kalian, maafkan mama. Mama memang bukan ibu yang baik untuk
kalian. Maafkan mama ya sayang!”
“maafkan papa juga ya sayang, papa fikir
dengan harta dan kekayaan kalian akan bahagia. Tapi ternyata papa salah. Maafkan
papa ya sayang” ujar sang papa memeluk Adel
dengan air mata yang mulai turun ke wajahnya. Adel mengangguk mendengar ucapan
maaf kedua orang tuanya. Aku, Rey Dinda dan bibi terharu melihat keluarga Adel
yang akhirnya kini dapat berkumpul kembali.
Papa Adel berdiri dan berjalan kearah
kami, beliau menjabat tangan kami satu-persatu
untuk mengucapkan terima kasihnya kepada kami. “Saya sebagai perwakilan
keluarga mengucapkan terima kasih karena kalian mau membantu keluraga kami
terutama menemani dan mmenjaga Adel selama ini. Sekali lagi saya ucapkan terima
kasih”
“sama-sama pak, lagipula sudah kewajiban
kami untuk membantu Adel menghadapi masalahnya. Lagipula kami hanya membantu menyemangati Adel dan Reno
sebagai sesama penerus negeri dalam menghadapi masalahnya” ucapku dan diikuti
anggukan dari Rey dan Dinda.
“saya bangga dengan kalian karena jarang
sekaali jaman sekarang ada pemuda yang mau membantu pemuda lan dalam menghadapi
masaalah pribadi mereka. ya baiklah sekali lagi saya ucapkan terima kasih”
*****
2 Minggu berlalu, semakin hari keluarga Adel
semakin membaik begitu juga Reno yang mulai menjalani proses rehabilitasi. Kini
Adel dan Reno dapat tersenyum gembira karena keluarga mereka telah bersatu.
Kami ikut bahagia mendengarnya dan hari ini kami berencana mampir kerumah Adel.
“hy kak ayo masuk mama udah buatin kue
yang lezat untuk kalian” ucap Adel menyambut kami dengan tersenyum tanpa ada
kesedihan lagi yang terukir diwajahnya.
“iya ayo silahkan dimakan Gio Dinda Rey,
maaf kalau kuenya tidak enak karena sudah lama tante nggak masak kue ini” ucap
mama Adel menawarkan kue buatannya pada kami.
“terima kasih tante nggak usah repot-repot
kami kesini Cuma ingin bersilahturahmi. Ohya om kemana ya tante? ” ucap Dinda
pada mama Adel.
“oh papa sedang kerja tapi papa sudah
janji bakal pulang sore gk kayak dulu lagi pulang malam ya kan ma?” jawab Adel
dan dibalas anggukan dari mamanya.
“hey kalian sudah datang?” ujar suara
seorang pemuda dari belakang kami, ternyata itu Reno. Ia terlihat berbeda dari
pertama kali kami bertemu meski wajahnya sedikit pucat tapi kini sebuah
senyuman terukir jelas diwajahnya. “terimakasih ya, maaf dulu aku menilai
kalian buruk!”
“tak apa-apa, semua orang pasti akan
melakukan hal yang sama sepertimu jika ada orang luar yang ikut campur dalam
masalahmu” ucapku merendah.
“ya tapi sekarang kalian bukan orang luar.
Sekarang kalian adalah bagian dari keluarga ini juga, ya kan ma?” ujar Reno
mminta persetujuan mamanya.
“tentu saja dan mulai sekarang jika kalian
sedang butuh sesuatu jangansungkan-sungkan katakan kepada kami. Karena kami
sudah berhutang banyak pada kalian” ucap
mama Adel dengan mantap pada kami dan kami balas dengan ucapan terima kasih
dari dalam hati.
*****
*****
Manusia memang tak bisa jauh dari perhatian orang lain,
tak terkecuali orangtua. Orang tua merupakan pegangan utama bagi seorang anak,
dengan arahan yang tepat seorang anak akan menjadi seorang penerus bangsa yang berkualitas.
Namun tak jarang orang tua lebih mementingkan urusannya sendiri dan melupakan
sejenak tentang anaknya, meskipun yang mereka lakukan itu demi buah hati
mereka. Mereka berfikir bahwa dengan uang yang mereka usahakan, anak mereka
akan bahagia namun sayangnya itu semakin membuat anak mereka menderita,
menangis dalam kesendirian, terjerumus dalam sisi gelap pergaulan modern,
bahkan menjauh dari kasih sayang. Terkadang manusia menjadikan uang
sebagai penyebab terjadinya masalah tapi mereka tak sadar, bahwa pemikiran
mereka tentang uang sendirilah yang menjadi inti masalah yang datang. Keluarga Adel dan Reno hanya satu
dari sekian banyak keluarga yang terancam hancur hanya karena keegoisan orang
tua mereka. Namun apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka? Hanya
dorongan dan dukungan yang dapat kita berikan. Negeri ini masih membutuhkan
banyak tunas muda yang rela berkarya demi nusa, dan salah satu yang terpenting
bagi tumbuhnya mereka adalah kasih sayang yang cukup dari orang terdekat
mereka, termasuk orang tua.
Dari keluarga Adel dan Reno, aku dapat menarik suatu
pelajaran penting bahwa cinta, perhatian, dan kasih sayang orang tua adalah hal
utama yang dibutuhkan oleh seeorang anak. Karena hanya pada orang tualah
seorang anak akan mencurahkan isi hatinya dan ekspresi akhirnya. Kini semua
harus berubah, karena uang bukanlah segalanya, uang hanyalah media pemenuhan
kebutuhan manusia. Yang terpenting bagi negeri ini bukanlah uang, bukanlah
pemimpin yang besar, dan bukanlah janji yang
tak kunjung ditepati, akan tetapi negeri ini butuh pemuda-pemudi yang mau
bangun dan berkarya untuk negerinya, untuk INDONESIA!
- - THE END -GIO -
Pilihan Demi Negeri - Rey
By : Andy Kusuma
Aku Anak Indonesia The Series
Pilihan
Demi Negeri – Rey
Naskah :
Andy Kusuma wardhani
Karakter
: Sinemart PH
Lolos
moderasi pada : 19 September 2015
*****
Namaku
Rey, aku adalah salah satu murid berbakat di SMA Indonesia. Aku punya sahabat
yang cukup dekat denganku yaitu dinda dan gio, gio sendiri adalah sahabatku
sejak SMP hingga sekarang sementara dinda sendiri baru masa SMA inilah kami
menjadi sahabat. Disini aku akan menceritakan kisah pribadiku ketika aku
dihadapkan pada pilihan antara bersekolah diluar negeri dengan beasiswa atau
bersekolah didalam negeri. Waktu itu ini adalah pilihan terberat yang harus aku
pilih dan akhirnya bisa kupilih dengan pilihan yang tepat bagiku karena
semuanya kulakukan untuk Indonesia. negeriku, negerimu, negeri kita semua dan
kita harus membuat perubahan.
*****
Salah
satu bagian dari Cerpen ‘Aku Anak Indonesia The Series’, yang menceritakan
tentang salah satu murid pintar kita yaitu, Rey. Jadi karena ini seri kedua ya
mungkin lebih privacy dari seri pertamanya yang kuterbitkan untuk memperingati
HUT RI ke-70 yang kemarin dan lagi, alasan kenapa kuputuskan untuk membuat
Cerpen AAI The Series adalah untuk men-Tes kemampuan ku dalam membuat cerpen
yang bisa memotivasi generasi penerus bangsa. Hahaha ...
*****
“selamat
rey kau mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di Osaka Senior Highschool dan
kamu juga bisa langsung meneruskan kuliah di Osaka City University usai lulus
tanpa biaya sepeserpun” ucap pak santoso selaku kepala sekolah memberikan pengumuman
ini padaku diruangannya. Aku bahagia sekali mendengarnya dan pasti gio maupun
dinda juga akan senang mendengarnya.
“benarkah
pak?”
“ya benar
tapi ada satu hal yang perlu kamu tahu. Kamu kesana dikhususkan sebagai siswa
asia tenggara yang dididik untuk menjadi tunas muda asia untuk jepang, jadi
hanya ada kecil kemungkinan kau bisa kembali keindonesia”
“jadi
maksud bapak, saya juga harus pindah ke jepang dan meniggalkan semuanya yang
ada disini?” tanyaku mengkonfirmasi bahwa aku tak salah dengar
“ya kau
benar rey, ini kesempatan emas untukmu pikirkan kesempatan ini karena
kesempatan seperti ini tak datang 2 kali, jadi pikirkan matang-matang. Semua
keputusan ada di tanganmu. Kami tunggu jawabanmu 3 hari dari sekarang”
*****
Aku
terdiam menyendiri dikantin sekolah usai keluar dari ruang kepala sekolah, lalu
lalang anak-anak lain dengan senangnya mengisi perut mereka dengan makanan dan
minuman tapi berbeda denganku yang hanyaa terdiam dimeja sudut kantin. Namun
tiba-tiba tepukan seseorang membuatku sadar dari anganku.
“rey kamu
kenapa, sepertinya usai keluar dari ruang kepsek tadi kau terlihat murung? Ada
apa?” tanya orang itu yang ternyata adalah gio. Aku terdiam tak berniat menjawab
pertanyaan gio.
“iya rey,
ceritakan pada kami apa yang terjadi? Apa ada masalah, sampai-sampai membuatmu
menjadi seperti ini? Mungkin saja kami bisa membantumu” tanya ani yang datang
bersama gio. Aku berfikir ada benarnya juga ucapan ani, mungkin saja mereka
bisa memberikan usulan tentang apa yang harus aku pilih.
“bukan
masalah kok hanya saja tadi kepala sekolah memberitahukan padaku bahwa aku
mendapat beasiswa untuk bersekolah di Osaka Jepang” jabarku.
“benarkah
itu rey? Bagus dong kalau kamu mendapatkannya karena tak sembarang orang bisa
seberuntung kamu mendapatkan beasiswa seperti ini. Saranku lebih baik kamu
menerimanya karena kesempatan seperti ini tak datang 2 kali dan lagi jika kau
menerimanya nanti ketika kamu kembali keindonesia kamu bisa memanfaatkan ilmumu
untuk mengembangkan negeri ini” usul gio diikuti oleh anggukan dari dinda.
“itulah
masalahnya, asal kalian tahu sebenarnya aku ingin menerimanya tapi aku berat
jika harus meninggalkan kalian dan negeri ini” ungkap hatiku pada gio dan ani
“apa
maksudmu rey?” tanya dinda heran.
“jika aku
menerima beasiswa itu, otomatis aku akan dididik untuk menjadi peneliti khusus
untuk jepang dan tidak diizinkan kembali dan berkarya ditanah air” ujarku
disusul raut keterkejutan diwajah mereka usai mengatakannya. “aku tak mau jika
aku harus meninggalkan negeriku sendiri dan berkarya dinegeri orang lain,
meskipun begitu sebenarnya aku sangat ingin menerima beasiswa itu. Aku bingung
sekali apa yang harus kupilih. Disatu sisi aku atak sanggup meninggalkan kalian
dan negeri ini tapi disisi lain adalah kebaikan dan kepentingan diriku” ucapku
dengan penuh gelisah dalam hatiku.
“tenanglah
rey, jangan kau bebani fikiranmu dengan hal ini semua pasti ada jalan
keluarnya. Sekarang fikiran baik-baik mana yang menurutmu benar dan mintalah
pendapat orang lain dalam memutuskan keputusanmu ini, terutama orang tuamu”
ucap dinda duduk disampingku dan menangkanku.
“menurut
kalian ?” tanyaku balik pada mereka namun tak ada jawaban dari dinda maupun
gio, hanya kebisuaan yang kudapat menambah beban fikiranku.
*****
Aku
menapaki jalanan menuju kesekolah, semalam aku sempat menanyakan masalah
beasiswa itu kepada mama & papa, tapi bukan jawaban yang kudapat. Mereka
malah menyerahkan semua pilihan itu padaku, jika aku setuju dan menerimanya pun
tak masalah bagi mereka, karena ada family yang juga tinggal di osaka, jepang.
Dan itu semua semakin membuatku kacau. Disela-sela perjalananku aku tak sengaja
melihat banyak orang tengah mengantri melamar kerja pada sebuah perusahaan. Aku
terdiam, berapa banyak orang yang melamar kerja setiap harinya? Tapi berapa
banyak lapangan pekerjaan yang ada diindonesia? Benar-benar tak sebanding.
Andai saja banyak lapangan kerj kecil maupun besara yang didirikan minimal 20
objek perharinya, aku yakin hanya dalam waktu 25 tahun mendatang tak akan ada
lagi yang namanya pengangguran.
“meski
aku menerimanya tetap saja aku tak bisa berguna bagi bangsa, lalu untuk apa aku
menerimanya?”
Aku
sampai di gerbang sekolah dan siap memasukinya, namun tanpa kutahu tiba-tiba,
seseorang wanita tak sengaja menabrakku, buku-buku skripsi miliknya jatuh
berantakan. Sepertinya dia seorang mahasiswa tingkat akhir karena kulihat
begitu banyak skripsi yang berjatuhan.
“maaf kak
saya tak sengaja” ucapku meminta maaf
“tak apa
bukan kamu kok dik yang salah, saya yang salah. Karena terburu-buru buat ke
kantor, jadi gak liat-liat. Maaf ya dik” ucapnya sopan. Aku membantunya
merapikan kembali lembaran-lembaran skripsi dan buku yang berjatuhan tadi, dan
saat itu tak sengaja aku melihat sebuah lembar kertas yang berjudul ‘pengajuan
hasil penelitian dasar untuk indonesia’ diatasnya dengan sebuah tulisan bernama
‘Mikha Yuliana’.
“apa ini
milik kakak?” tanyaku pada wanita itu. Ia mengangguk mengiyakan pertanyaanku
“ya itu
memang milik saya. Itu hasil penelitianku selama 3 tahun ini. Sebenarnya
penelitian itu sudah dipastikan ke akuratannya dan sudah diminta oleh amerika
serikat sebagai bahan subjektif penelitian tumbuhan dengan imbalan puluhan
milyar rupiah plus dijadikan seorang professor biotical” jelasnya menceritakan
mengnai penelitiannya. Aku tertegun akan penjelasannya dan aku penasaran apa
jawabannya.
“lalu,
apa kakak menerimanya?”
“tentu
saja aku menolaknya” ujarnya dan sekali lagi membuatku terkejut, aku semakin
penasaran dengan alasan kenapa ia menolaknya tapi aku mengurungkan niatku untuk
bertanya lebih lanjut karena bel sekolah akhirnya berbunyi. Kuserahkan lembaran
yang kubawa kepada kakak itu dan terpikir satu hal.
“kak maaf
boleh saya bicara lebih lanjut tentang keputusan kakak ini? Sebelumnya maaf,
perkenalkan nama saya Rey” sambutku mengulurkan tangan kepadanya dia menbalas
uluran tanganku dengan tersenyum.
“oh ya
boleh, perkenalkan saya Mikha. Kamu bisa datang kerumah saya sepulang sekolah
nanti rey. Ini alamat saya” ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama
kepadaku.
“terima
kasih kak, maaf merepotkan”
“nggak
apa-apa kok, justru saya senang jika ada anak muda sepertimu yang ingin tahu
tentang pilihan saya untuk negeri ini”
*****
Aku
mengetuk pintu rumah yang alamatnya tertera didalam kartu nama ini dan tak lama
kemudian kak mikha datang menemuiku
“oh kamu
rey ayo masuk, silahkan duduk. Kamu mau kakak buatkan minum?” ucapnya
mempersilahkanku duduk dengan tersenyum.
“terima
kasih kak, tidak perlu repot-repot saya kemari Cuma ingin mengetahui beberapa
hal mengenai keputusan kakak untuk menolak tawaran yang besar itu” ujarku to
the point padanya.
“baiklah,
alasan kakak menolak tawaran itu karena menurut kakak lebih baik penelitian ini
kakak tujukan untuk indonesia”
“tapi
kenapa bukankah ini tawaran yang besar, jarang sekali ada orang indonesia yang
diakui oleh negara lain sebagai orang yang berbakat?”
“ya kau
benar, tapi lebih jarang lagi jika indonesia yang diakui oleh negara lain
sebagai negara yang berpotensial. Bahkan bisa jadi tidak mungkin jika semua
orang yang memiliki bakat besar untuk negeri ini lebih memilih pindah kenegeri
orang lain kan?” ucap kak mikha dengan serius bahkan mampu membuatku terdiam
sejenak memikirkan ucapannya. “saat ini indonesia sendiri sangat minim potensi
di mancanegara, masyarakat terlalu mengandalkan pemerintah, meskipun mereka
adalah wakil rakyat, seharusnya sebagai warga negara yang baik, kerja nyata
juga harus dilakukan sesuai kemampun individu tersebut. Misalnya jika kau
pandai dan ahli di bidang agama dan spiritual maka jadilah qori’ indonesia yang
mendunia, jika kau ahli dalam sains, buatlah terobosan baru dengan penelitian
agar penelitian itu bisa berguna untuk bangsa”
“maaf kak
tapi apa hanya belajar didalam negeri seseorang bisa memiliki potensi besar
untuk berkarya demi bangsa?”
“tentu
saja bisa, jika difikirkan lebih rinci lagi. Sebenarnya apa perbedaan antara
pendidikan di indonesia dan diluar negeri? Tidak ada, yang beda hanya saja
fasilitas yang belum memadai kadang menjadi faktor penghambat pendidikan di
indonesia. Bersekolah dinegeri orang memang bagus karena kita bisa mempelajari
ilmu dan teknologi mereka tapi jikalau kita rasa sudah cukup ilmu yang kita
dapat, kita wajibkan diri kita untuk untuk kembali dan memanfaatkan ilmu kita
demi negeri, jangan mngushakan di negeri orang lain jika negeri kita sendiri
belum kita usahakan. Kau mengertikan rey?” jelas kak mikha atas pertanyaanku.
Aku mengangguk, sedikit mengerti sekarang dengan keputusan apa yang akan kuambil
nanti, tapi kurasa aku juga harus meminta saran orang lain akan keputusanku
ini, dan orang yang tepat itu adalah kak mikha.
“kak
tolong beri aku solusi, pilihan apa yang harus aku pilih karena aku mendapat
tawaran untuk bersekolah dijepang sampai lulus sarjana tapi setelah aku lulus
aku diwajibkan untuk tinggal dan bekerja disana untuk selamanya. Aku bingung
kak, memilih untuk menerimanya atau menolaknya karena ini adalah tawaran yang
besar tetapi disisi lain aku harus mengorbankan ilmuku bukan untuk bangsa ini
tapi untuk negeri lain. Tolong bantu aku kak?” ujarku pada kak mikha.
“baiklah jarang
sekali dizaman ini ada generasi muda yang libih mementingkan bangsanya
ketimbang dirinya sendiri, rata-rata kebanyakan orang hanya akan mengincar upah
atas apa yang telah dia lakukan, kini semua pilihan ditanganmu, kau ingin
mengincar upah dari pemerintah atau bekerja ikhlas demi negeri. Untuk masalahmu
saranku adalah lebih baik kamu menolaknya jika kau rela melakukannya demi bangsa,. Karena,buat apa kamu pintar kalau ilmumu
tidak kamu berikan untuk negerimu sendiri. Tujuanmu menjadi cerdas itu kan
agar berguna bagi nusa dan bangsa. Lantas,klau kamu menerima tawaran itu,tujuan
yang dlu ingin kamu capai akan kamu apakan? Dibuang begitu saja?”, saran kak mikha kupahami baik-baik,
terdiam sejenak tak membalas ucapan kak mikha sekarang aku harus membuat
keputusan segera, karena setelh mendengar penjelasan kak mikha aku jadi mantap
atas pilihan apa yng akan kupilih nanti. “ingat rey fikirkan baik-baik saranku,
sekarang semua keputusan ada ditanganmu buatlah sebuah pilihan, pilihan yang
tepat untukmu karena yang akan kau buat saat ini adalah piliha untuk negeri!”
*****
“rey, apa yang kau katakan pada kepala
sekolah mengenai beasiswa itu? Apakah kau menerimanya?” tanya dinda padaku
setelah aku kembali dari ruang kepala sekolah untuk mengkonfirmasi keputusan
akhirku. Aku tersenyum lalu menggeleng pelan.
“apa kau menolaknya?” tanya gio lagi
meminta konfirmasi dariku dan dengan segera aku mengangguk. Ya aku memang menolaknya,
ini adalah keputusan akhirku. Mendengar nasihat dan kata-kata kak mikha
kemarin, kini aku mengerti betapa perlunya negeri ini dengan orang yang
berbakat. Daripada kuberikan pada negara lain bukankah sebaiknya kuberikan pada
negeriku, negeri yang telah melindungiku, negeri yang telah membesarkanku, dan
negeri yang menjadi tanah tumpah darahku.
“Ya aku menolaknya, lagipula aku tak mau
meninggalkan negeriku ini dan juga aku tak mau meninggalkan kalian hanya demi
egoku sendirikan, teman-temanku. Lagipula sepertinya tadi pak santoso juga
menerima keputusanku dengan bangga”
“benarkah rey? Tapi bukankah ini tawaran
yang sangat besar untukmu?”
“ya din, kau benar tapi seseorang telah
mengajariku tentang betapa butuhnya negeri ini dengan orang-orang yang akan
membuat perubahan besar untuk negeri. Dan yang dibutuhkan negeri ini adalah
generasi muda yang berkompeten. Lagipula kurasa sama saja pendidikan diluar
negeri dengan di indonesia hanya saja teknologi dan cara pengajaranlah yang
membedakannya”
”ya kau benar rey, kami bangga dengan
keputusanmu itu. Hanya kitalah, para generasi muda yang dapat memajukan negeri
ini” ujar gio menepuk pundakku dengan tersenyum
“kalau bukan kita siapa lagi ya kan?” ucap
dinda dan kami balas dengan anggukan.
*****
![]() |
~ Tanah Airku - Ibu Sud ~ |
*****
Setiap orang akan memilih yang terbaik
untuk dirinya sendiri, banyak orang yang ingin memiliki apa yang dimiliki oleh
orang lain. Namun ini adalah tanah kita, indonesia. Mementingkan waktu saat ini
dan melupakan hal apa yang akan terjadi di masa depan bukan suatu pilihan yang
tepat. Negeri ini membutuhkan generasi baru yang akan membawa negeri ini menuju
kejayaan, namun masih banyak orang yang membutuhkan mata pencaharian tapi masih
sangat sedikit orang yang mendirikan sumber mata pencaharian baru bagi mereka.
Banyak orang pintar dinegeri ini tapi masih sedikit orang yang mau mengerti
tentang mereka dan memilih mengabaikan mereka. Banyak orang berprestasi
dinegeri ini tapi masih sedikit orang yang mau suka rela menggoreskan
prestasinya untuk negeri ini. Kak mikha hanyalah satu dari banyak orang
berprestasi dinegeri ini dan rela tanpa upah menyerahkan prestasinya demi
negeri ini. Lalu Siapa yang salah? Entahlah?. Negeri ini adalah negeri kita
memikirkan upah untuk negeri bukan hal yang baik. Dulu Begitu banyak para
pejuang yang mengorbankan nyawanya demi negeri tanpa upah. Lalu kenapa kita
tidak?, padahal kita hanya perlu menyumbangkan ilmu kita untuk negeri ini
karena ini adalah negeriku, negerimu dan negeri kita. Kita harus membuat
perubahan untuk negeri!. Kini nafsu dan uanglah yang mengalahkan pilihan untuk
negeri kita, hanya kesadaran hatilah yang kini bisa menggugah hati untuk bertindak
demi negeri ini, negeriku INDONESIA.
- - THE END - ~ REY ~